REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Osmena Gunawan menilai mengeluarkan sertifikasi halal lebih mudah dari pada sertifikasi haram. Osmena menyebut, jika sertifikasi haram diberlakukan di Indonesia yang merupakan mayoritas Muslim, maka produk yang lainnya dikhawatirkan mendapat label halal secara otomatis tanpa melalui proses.
"Satu produk semisal dilabeli nonhalal pasti yang lain halal, kan belum tentu, malah makin sulit," ujarnya saat di Kantor MUI, Senin (4/3).
Sertifikasi nonhalal bisa dikeluarkan untuk produk makanan yang sudah jelas menggunakan bahan dasar yang haram seperti babi. Namun, lanjut dia, produk dengan bahan yang belum jelas komposisinya masih diperlukan proses pemeriksaan dan validasi.
Osmena menambahkan, proses sertifikasi halal atau haram, harus diimbangi dengan ketersediaan pelaku usaha yang terlatih dan faham mengenai UU no 33 Tahun 2014, tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Ia menyebut, pelaku usaha terlatih itu harus mendapat persetujuan lembaga-lembaga pemeriksa halal melalui fatwa MUI.
"SDM yang terlatih itu harus mendapat persetujuan dari MUI. Kemudian, lembaga pemeriksa halalnya atau LPH. Semua itu harus melalui fatwa MUI," katanya.
Selain itu, Osmena menjelaskan pentingnya fasilitas untuk menunjang proses sertifikasi halal atau tidak. Dia menyebut laboratorium, alat pelacakan, persyaratan administrasi, termasuk perangkat informasi dan teknologi harus benar-benar dipersiapkan. "Disiapkan SDM dan segala perangkatnya," katanya.