REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Edy Putra Irawady memastikan akan mendorong kenyamanan investor untuk mengembangkan usaha di Batam dari segi perizinan maupun ketenagakerjaan. Apabila ada kenyamanan bagi investor, diharapkan target investasi pada tahun ini yang mencapai Rp 1,1 triliun akan tercapai.
Selain itu, Edy menambahkan, pihaknya juga sudah membuka klinik usaha 24 jam. Sarana tersebut mencakup fasilitas pelayanan berupa penyelesaian dan pengawalan kasus berusaha pada bidang lahan, lingkungan, lalu lintas barang, keimigrasian, serta ketenagakerjaan. "Yang kami ciptakan intinya untuk membuat orang lebih nyaman," tuturnya ketika ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (5/3).
BP Batam turut membentu garda mangkrak dengan kewajiban mengawal segala investasi yang jalan di tempat atau mangkrak. Edy mencatat, setidaknya terdapat 2.800 hektare lahan yang mangkrak. Pemerintah akan siap menarik lahan apabila pengelola tidak menyelesaikan perizinan sampai masa mediasi rampung.
Edy mengakui, tantangan lain di Batam adalah banyak peraturan yang berlaku tanpa sepengetahuan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Di antaranya, barang yang masuk ke dalam free trade zone (FTZ) atau kawasan perdagangan bebas Batam diperiksa dulu melalui Laporan Surveyor (LS) dan diuji ulang.
"Padahal, jelas-jelas regulasi menyebutkan, barang yang masuk ke dalam Batam itu belum berlaku tata niaga," ucapnya.
Edy menyebutkan, hanya ada beberapa barang yang dapat memberlakukan tata niaga tersebut. Termasuk, produk Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Lingkungan, dan Mutu (K3LM). Tapi, menurutnya, banyak peraturan yang sudah diberlakukan di Batam tanpa sepengetahuan pemerintah pusat.
Sebagai solusi, Edy bersama jajarannya kini sedang menyiapkan pedoman bagi kepengurusan BP Batam selanjutnya dalam bentuk kebijakan tunggal atau single policy. Kebijakan ini sebagai bentuk harmonisasi agar investor semakin yakin berinvestasi di Batam, sekalipun pimpinannya sudah berganti.
Harmonisasi tersebut ditandai dengan adanya perizinan lewat satu pintu atau Online Single Submission (OSS) yang terpusat di Mall Pelayanan Publik (MPP) Batam. Edy ingin membenahi teknis perizinan yang kini ada untuk lebih transparan dan akuntabel. Selain itu, kebijakan ini juga diharapkan mampu menyelesaikan dualisme perizinan yang kerap dialami pengusaha, yakni ke BP Batam dan Pemerintah Kota Batam.
Diketahui, akhir bulan depan, posisi kepala BP Batam akan diisi oleh Rudi yang kini menjabat sebagai wali kota Batam. Oleh karena itu, Edy berharap, permasalahan mengenai OSS sudah rampung pada bulan depan.
"Ini saya coba selesaikan sebelum April, untuk menjadi platform (kemudahan berbisnis)," ujarnya.
Dengan berbagai kemudahan yang akan diberikan, Edy optimistis, target investasi bisa tercapai. Apalagi, saat ini, ada beberapa perusahaan lama yang berencana melakukan perluasan usaha pada tahun ini. Ini menandakan, kepercayaan investor terhadap Batam mulai tumbuh kembali.
Sementara itu, Asisten Deputi Moneter dan Neraca Pembayaran Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian Edi Prio Pambudi menilai, potensi pengembangan di Batam tidak sekadar sebagai hub perdagangan. Lebih dari itu, kawasan tersebut juga memiliki peluang pengembangan ekspor jasa.
Edi berencana ‘memasukkan’ seluruh sektor untuk dimanfaatkan sebagai platform pengembangan ekspor jasa. Mulai dari pengapalan, perhotelan hingga pendidikan. "Intinya, kita buat jasa apapun yang harganya lebih murah dibanding dengan Singapura," ucapnya.
Edi mengakui, pesaing terbesar Batam saat ini adalah Singapura. Tantangan terbesar saat ini adalah menciptakan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang lebih baik, tapi tetap mampu menjual jasa mereka dengan harga terjangkau.
Menurut Edi, tidak dibutuhkan proses kajian lama untuk mengembangkan ekspor jasa dari Batam. Kini, pemerintah tinggal menyatukan sumber daya yang ada dan menentukan mekanisme kerjanya. "Setelah itu, kita akan menata bersama dunia usaha," tuturnya.