REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pengamat hukum dan hak asasi manusia yang tergabung dalam Tim Advokasi Kebebasan Berekspresi menilai tindakan aparat yang menangkap aktivis hukum Robertus Robet dapat menjadi ancaman terhadap kebebasan sipil. Robet ditangkap oleh aparat pada Kamis (7/3) dini hari WIB.
"Kasus Robertus Robet adalah ancaman kebebasan sipil di masa reformasi," ujar Ketua Bidang Advokasi YLBHI sekaligus salah satu pengamat dalam tim advokasi, Muhammad Isnur, melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Kamis.
Robet ditangkap oleh aparat dan disangkakan pasal 45 ayat (2) Jo pasal 28 ayat (2) UU No 19 tahun 2016 (UU ITE) dan Pasal 207 KUHP, dengan dugaan menghina penguasa atau badan hukum di muka umum dalam orasi aksi damai Kamisan pada 28 Februari 2019. "Robet tidak menyebarkan informasi apapun melalui elektronik karena yang dianggap masalah adalah refleksinya," jelas Isnur.
Tim advokasi menilai refleksi tersebut hanya berupa komentar atas kajian akademis terkait suatu kebijakan. Akibatnya, tidak dapat dikategorikan sebagai kebencian atau permusuhan.
Berdasarkan hal-hal tersebut tim advokasi menyatakan bahwa ditangkapnya Robertus Robet tidak memiliki dasar dan mencederai negara hukum dan demokrasi. "Oleh karenanya Robertus Robet harus segera dibebaskan demi hukum dan keadilan," tambah Isnur.
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang menjadi anggota tim advokasi adalah KontraS, YLBHI, LBH Jakarta, Imparsial, Indonesian Legal Roundtable, Lokataru Kantor Hukum dan HAM, Ajar, Amnesty Internasional Indonesia, Protection Internasional, hakasasi.id, Perludem, Elsam, sorgemagz.com, Solidaritas Perempuan, dan Jurnal Perempuan.