REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi - Maruf menilai, rencana terbit kembalinya Obor Rakyat menunjukkan bahwa pelaku utama, yakni Setyardi Budiono yang berlaku sebagai pemimpin redaksi belum jera. TKN pun mengecam rencana penerbitan tabloid tersebut.
"Ini alih-alih insaf, yang ada malah mau menerbitkan kembali Obor Rakyat. Itu kan artinya bahwa belum ada efek jera dan belum memiliki kesadaran," kata Juru Bicara TKN Ace Hasan Syadzily di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Jumat (8/3).
Menurut Ace, Setyardi seharusnya menyadari bahwa yang dilakukannya melanggar hukum. Sehingga, kampanye hitam yang dilakukannya terhadap Jokowi pada 2014 silam tak dilakukannya lagi. Ace pun menyayangkan tindakan Setyardi yang belum menunjukkan efek jera.
TKN pun mengecam rencana terbit kembalinya tabloid tersebut. Pasalnya, tabloid itu telah terbukti sebagai bukan produk jurnalistik dan melanggar hukum karena berisi berita bohong (hoaks), fitnah dan ujaran kebencian.
"Jadi kalau kita bicara hukum ya seharusnya ssmua harus taat terhadap hukum karena Obor Rakyat yang lalu itu sudah melanggar hukum," kata politikus Golkar ini.
Ace pun menambahkan, TKN pada dasarnya menghargai segala produk jurnalistik. Namun, Obor Rakyat bukanlah suatu produk jurnalistik dan hanya tabloid yang dibuat untuk menyebarkan berita bohong.
Obor Rakyat direncanakan pemimpin redaksinya, Setyardi untuk terbit kembali pada 8 Maret 2019, di tengah cuti bersyarat yang dijalani dalam masa hukuman Setyardi. Namun, peluncuran Obor Rakyat Reborn harus gagal karena cuti bersyarat Setyardi dibatalkan.
Seperti diketahui, Obor Rakyat menjadi perdebatan di masyarakat saat beredar menjelang Pilpres 2014. Isi tabloid itu dinilai berupa fitnah dan kebohongan yang dituduhkan pada salah satu kandidat capres, Joko Widodo. Obor Rakyat menyebut Jokowi sebagai keturunan Tionghoa dan kaki tangan asing.
Kubu Jokowi kemudian melaporkan Obor Rakyat ke polisi 4 Juni 2014 hingga berlanjut ke pengadilan. Pada 22 November 2017, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis pemimpin redaksi Setiyardi, delapan bulan penjara.
Pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung menjatuhkan vonis 1 tahun penjara ke Setyardi karena terbukti bersalah melanggar Pasal 310 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pada 8 Mei 2018, Setiyardi dan Darmawan ditangkap tim Kejaksaan Agung untuk dieksekusi ke LP Cipinang. Keduanya menjalani masa cuti bersyarat sejak Januari 2019 dan akan berakhir pada 8 Mei 2019.