Jumat 08 Mar 2019 15:16 WIB

Pemerintah Diminta Fokus Kembangkan Industri Ban Vulkanisir

Industri ban vulkanisir bisa meningkatkan penyerapan produksi karet lokal

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Ban Mobil
Ban Mobil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Umum Dewan Karet Indonesia (Dekarindo) Azis Pane menilai, pemerintah harus mulai fokus mengembangkan industri ban vulkanisir guna meningkatkan penyerapan karet dalam negeri. Vulkanisir sendiri adalah proses remanufaktur ban agar usia ban lebih panjang dengan melapisi kembali ban yang telah aus dengan tapak baru.

Azis menilai, industri ban vulkanisir merupakan solusi lebih cepat dalam menyerap karet lokal dibanding dengan industri alas kaki seperti sandal atau sepatu. Sebab, industri otomotif akan terus membutuhkannya, termasuk seiring dengan jenis mobil dan motor baru yang terus bermunculan.

"Kalau ban kan pemakaiannya terus berganti, kalau tidak ya bisa bahaya," tuturnya ketika dikonfirmasi Republika, Jumat (8/3).

Azis telah menyampaikan pandangan ini dalam rapat koordinasi di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu (6/3). Pemerintah mendukung pendapat tersebut dan mendorong industri untuk dapat meningkatkan kapasitas produksi sekaligus kualitas sumber daya manusianya.

Menurut Azis, rata-rata kebutuhan karet pada industri ban vulkanisir adalah 96 ribu ton sampai 100 ribu ton per tahun. Potensi tersebut masih dapat berkembang lebih besar. "Tahun depan bisa sampai 150 ribu ton per tahun, berdasarkan perhitungan kasar," katanya.

Azis optimistis, industri ban vulkanisir dapat banyak membantu program pemerintah yang ingin fokus meningkatkan penyerapan karet di industri dalam negeri. Pasalnya, industri ini sudah terbilang matang dengan pelaku usaha yang  bertahun-tahun mengembangkannya, baik skala kecil maupun besar.

Lebih dari 50 persen pelaku industri ban vulanisir adalah usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Oleh karena itu, Azis menilai, upaya mendorong penyerapan karet dalam industri ini akan berdampak kepada UMKM yang telah memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian Indonesia.

Azis mencatat, setidaknya terdapat 248 sentra produsen ban vulkanisir yang tersebar di berbagai daerah, termasuk Surabaya dan Bandung. Rata-rata investasi mereka mencapai Rp 10 miliar dengan kapasitas produksi 10 ribu ban truk besi per bulan dan 15 ribu hingga 20 ribu ban lainnya.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjelaskan, ban vulkanisir akan membantu meningkatkan penyerapan karet dalam negeri di samping industri lain di sektor transportasi. Misalnya, perlengkapan jalan, pembatasn jalan dan penggunaan pada aspal. "Kami akan bahas satu persatu produk yang bisa digunakan dalam sektor perhubungan," tuturnya usai menghadiri rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, pekan lalu.

Budi mengakui, dibutuhkan proses panjang untuk mampu membangun industri ban vulkanisir yang mumpuni. Tapi, proses tersebut harus segera dilakukan mengingat pentingnya penyerapan karet untuk industri dalam negeri. Pemerintah akan mendorong inudstri guna menyediakan keperluan perhubungan dengan bahan dasar karet, termasuk melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

Menurut kesepakatan Konsul Karet Tripartit Internasional (ITRC), Indonesia sepakat membatasi ekspor karet 98 ribu ton selama empat bulan, terhitung 1 April 2019. Tujuannya, untuk mendongkrak harga karet di pasaran. Sebagai gantinya, pemerintah akan mendorong pemanfaatan karet di industri dalam negeri, termasuk untuk program pemerintah.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menuturkan, tiap negara memiliki potongan berbeda. Thailand sebagai produsen karet terbesar akan memangkas ekspor 120 ribu ton, sedangkan Malaysia 22 ribu ton. Kesepakatan ini dilakukan Indoneisa bersama dua anggota ITRC lain, yaitu Thailand dan Malaysia, pada Pertemuan Pejabat Tinggi (Senior Official Meeting) ITRC di Thailand, Senin (4/3).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement