REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Caleg difabel dari Kalimantan Timur, Ani Juwariah, mengatakan perlunya melibatkan disabilitas dalam pemerintahan. Visi RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) sudah secara eksplisit menyebutkan keterlibatan difabel. Ia khawatir hal itu hanya akan menjadi judul karena tidak ada pihak yang benar-benar memahami permasalahan kaum difabel.
"Memang harus ada yang mewakili difabel di pemerintahan. Visi RPJMD secara eksplisit sudah menyebutkan pemenuhan hak difabel. Namun, dikhawatirkan tidak ada yang memahami masalah difabel. Pada akhirnya kebijakan itu tidak terlaksana dengan baik, hanya menjadi judul," kata Ani Juwariah, Kamis (8/3).
Di sisi lain, meskipun Ani merupakan caleg difabel namun ia mewakili masyarakat secara keseluruhan. Ani merupakan Caleg DPRD Kalimantan Timur yang berlaga di daerah pemilihan Kota Samarinda.
Wanita berusia 58 tahun itu menuturkan program unggulannya adalah memberi perlindungan kepada masyarakat rentan. Ani menyebutnya sebagai orang-orang yang termarjinalkan atau kelompok kelas bawah.
Ketika bertemu dengan masyarakat, Ani yakin mampu melindungi kelompok masyarakat rentan. Akan tetapi, ketika berhadapan dengan politik uang seringkali ia merasa terpuruk. Dia berharap masyarakat semakin dewasa dan tidak terpengaruh politik uang.
Menurut Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI), Gufroni Sakaril, difabel sebaiknya diikutsertakan dalam pemerintahan. Hal itu akan menciptakan kebijakan yang semakin ramah bagi penyandang difabel.
Gufroni berharap nantinya akan ada kuota khusus bagi difabel di pemilihan legislative sebagaimana kuota khusus perempuan saat ini. Pasalnya jumlah difabel di seluruh Indonesia mencapai 8,56 persen dari total penduduk. Data tersebut berasal dari SUPAS BPS 2015 yang memperkirakan terdapat 22 juta penyandang difabel di Indonesia berusia di atas 10 tahun. Akan tetapi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) punya catatan berbeda. Pada Desember 2018 KPU mengumumkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) difabel hanya berjumlah 1,2 juta.