Jumat 08 Mar 2019 17:19 WIB

Pengadilan Internasional Diminta Selidiki Perang Suriah

Firma Hukum Inggris meminta ICC menyelidiki deportasi paksa warga Suriah.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Dalam foto pada Kamis (28/6) yang dipasok oleh Nabaa Media, media oposisi Suriah, tampak warga eksodus meninggalkan Daraa, selatan Suriah.
Foto: Nabaa Media, via AP
Dalam foto pada Kamis (28/6) yang dipasok oleh Nabaa Media, media oposisi Suriah, tampak warga eksodus meninggalkan Daraa, selatan Suriah.

REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG -- Pengacara hak asasi manusia mendesak International Criminal Court (ICC) atau Pengadilan Pidana Internasional membuka penyelidikan awal terhadap dugaan deportasi massal oleh pihak berwenang Suriah. Mereka juga meminta pertanggungjawaban rezim Presiden Bashar al-Assad atas kekejaman yang dilakukan selama perang sipil berdarah di negara itu.

Firma Hukum Inggris, Stoke White mengatakan, sekelompok pengacara mengajukan permintaan kepada ICC atas nama 28 korban yang dipaksa melintasi perbatasan Yordania pada Kamis (7/3) waktu setempat. Pengacara, Toby Cadman mengatakan, para pakar hukum di Guernica Center for International Justice berpendapat bahwa preseden yang ditetapkan tahun lalu dalam kasus yang melibatkan krisis Rohingya di Myanmar juga dapat digunakan untuk memberikan yurisdiksi ICC atas sebagian dari konflik Suriah.

Baca Juga

Kasus kala itu berfokus pada Muslim Rohingya yang diusir dari Myanmar, yang bukan anggota ICC, ke Bangladesh. Sehingga ICC memutuskan mereka memiliki yurisdiksi untuk melihat serangkaian tuduhan terhadap pasukan keamanan Myanmar.

Suriah juga bukan anggota ICC. Oleh karenanya pengadilan tidak memiliki yurisdiksi di negara tersebut. Hal itu menunjukkan bahwa banyak tuduhan kekejaman yang dilakukan selama konflik belum dituntut di pengadilan kriminal permanen pertama di dunia. Hal ini pun menjadi tolok ukur yang ingin diubah Cadman.

Cadman, bersama dengan pengacara lain, menyerahkan dokumen kepada jaksa pekan ini dengan alasan bahwa ICC dapat menggunakan yurisdiksi atas warga sipil Suriah yang dipaksa masuk ke Yordania, yang merupakan anggota pengadilan.

"Prinsip yang sama (digunakan untuk Myanmar dan Bangladesh) harus berlaku untuk Suriah dan Yordania," kata Cadman. Menurutnya kekejaman yang dilakukan oleh pasukan pemerintah Suriah memaksa sekitar satu juta warga sipil untuk melarikan diri ke Yordania. Ancaman penganiayaan yang lebih besar, kata dia, akan terjadi jika mereka kembali.

Pengacara dari Stoke White lain, Hakan Camuz mengatakan, pihaknya menyoroti kejahatan yang dilakukan terhadap warga Suriah di bagian yang tepat yakni ICC. Camuz mengatakan, telah menyelidiki kejahatan terhadap warga sipil di Suriah selama dua tahun terakhir yang keudian menyerahkan semua bukti yang dikumpulkan kepada jaksa ICC.

"Orang-orang yang benar-benar melakukan kejahatan keji ini berpikir bahwa mereka entah bagaimana memiliki kekebalan hukum," ujarnya.

Dalam sebuah pernyataan, Stoke White mengatakan kasus tersebut juga akan fokus pada pola serangan dan kejahatan yang lebih luas terhadap penduduk sipil di Suriah termasuk penyiksaan, pemerkosaan, serangan bahan kimia, dan penghilangan paksa untuk membangun cakupan penuh dari pelanggaran sistematis seperti deportasi.

ICC merupakan pengadilan pilihan terakhir, ketika otoritas nasional tidak dapat atau tidak bersedia menuntut para pelaku kejahatan. Dalam tanggapan tertulis, kantor kejaksaan ICC mengonfirmasi pengajuan tersebut dan akan menganalisis materi, "Segera setelah kami mencapai keputusan tentang langkah selanjutnya yang sesuai, kami akan memberi tahu pengirim dan memberikan alasan untuk keputusan kami," kata kantor itu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement