REPUBLIKA.CO.ID, CILACAP -- Kasus pembuatan jamu ilegal di Kabupaten Cilacap, seperti tak pernah ada habisnya. Berulang kali digerebek oleh BPOM dan pihak kepolisian, selalu saja saja ada lagi rumah produksi yang diungkap. Kali ini, pengungkapan kasus jamu ilegal dilakukan oleh Polres Cilacap, mengungkap kasus pembuatan jamu ilegal.
''Dalam pengungkapan ini, kami sduah mengamankan seorang tersangka yang menjadi pemilik usaha jamu ilegal tersebut,'' kata Kapolres
Cilacap AKBP Djoko Julianto, Jumat (8/3).
Tersangka yang diringkus, diketahui berinisial Sug (42), warga Desa Kedawung, Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap. Yang bersangkutan diringkus petugas Setserse Narkoba, saat sedang berada di rumah salah seorang pekerjanya, di Desa Mujur, Kecamatan Kroya, Rabu (6/3). Rumah pekerja tersebut, berdekatan dengan rumah yang menjadi tempat produksi jamu ilegalnya.
Dari penggerebegan tersebut, Kapolres menyebutkan, pihaknya mendapatkan berbagai barang bukti. Antara lain berupa ribuan bungkus jamu dari berbagai merek siap edar, dua kantong berisi ribuan kapsul kosong, satu karung bubuk warna cokelat dan satu plastik bubuk cokelat yang dipastikan sudah dicampur bahan kimia obat (BKO). Selain itu, polisi juga menyita berbagai bahan kemasan untuk prodik jamu tersebut.
Dari pemeriksaan petugas diketahui, selain memproduksi jamu illegal, tersangka juga diketahui telah mencampur bahan-bahan jamu dengan berbagai bahan kimia obat. Bahkan jamu yang digunakan terdiri dari tepung terigu, bubuk jahe, bubuk kunir dan cabe jawa. Sedangkan bahan kimia obar yang digunakan, antara lain berupa obat parasetamol, sildenafil dan obat-obatan kimia lainnya.
''Pelaku menjual produk jamu ilegalnya ke berbagai kota di Jawa dan juga di luar Jawa. Pelaku juga mengaku telah menekuni usaha tersebut sejak tahun lalu dengan omset mencapai Rp 500 juta per bulan,'' kata dia.
Atas perbuatan tersebut, tersangka diancam pasal 196 junto pasal 98 ayat 2 dan ayat 3 subsider Pasal 197 juncto Pasal 106 ayat 1 UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Berdasarkan aturan hukum tersebut, tersangka diancam dengan hukuman penjara maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp 1,5 miliar.