REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Seorang backpacker Eropa yang diculik, diperkosa, dan ditawan di kandang babi di peternakan Australia mengatakan kepada pengadilan bahwa ia diperlakukan seperti "budak" dan merasa "tak berdaya" selama musibah yang mengerikan itu.
Pengadilan Distrik sedang bersiap untuk menghukum Gene Charles Bristow, 54, yang pekan lalu dinyatakan bersalah atas penculikan, pemerkosaan, dan penyerangan yang disengaja.
Korban perempuan, yang kini berusia 26 tahun, itu duduk di ruang sidang yang sama dengan penyerangnya, ditemani oleh keluarganya dan petugas penyelidikan. Jaksa Michael Foundas membaca pernyataan dampak terhadap korban perempuan yang merinci konsekuensi yang diterimanya dalam hidup setelah musibah dua hari pada Februari 2017.
"Apa yang terjadi pada saya benar-benar mengerikan, menakutkan, dan mematikan," katanya.
"Itulah yang cuma bisa saya pikirkan ketika saya terkunci dalam kandang itu, saya takut saya tidak akan pernah melihat keluarga saya lagi karena saya pikir saya akan mati di Australia."
"Saya berpikir tentang seberapa besar keluarga saya akan menderita jika saya mati di sini dan itu sangat menyakitkan."
"Saya berusaha untuk tidak memikirkan mereka, karena itu terlalu menyakitkan, tetapi karena mereka naluri saya untuk bertahan hidup muncul."
Selama persidangan, pengadilan mengungkap Bristow menahan tawanan perempuan itu di sebuah kandang babi tua kotor yang diisolasi di atas tanah miliknya yang seluas 40 hektar di wilayah Meningie.
Bristow mengancam akan menembak perempuan itu sebelum mengikatnya dengan rantai dan membuatnya mengalami pelecehan seksual berulang.
"Ketika saya berada di kandang itu, aku merasa seperti binatang atau budak," katanya.
"Saya dikunci dengan rantai, ditahan di luar kehendak saya dan harus menanggung hal-hal yang tidak seorang pun harus menanggungnya."
"Saya merasa tak berdaya dan sengsara. Mengerikan."
Pengadilan mengungkap Bristow memberi tahu perempuan itu bahwa ia adalah bagian dari rantai budak seks di mana para pria menculik dan membius perempuan sebelum mengirim mereka ke Sydney.
"Ia mengambil semuanya dari saya, ia tak hanya mengambil pakaian dan barang-barang saya - tetapi juga kebebasan saya, pikiran saya, keluarga saya, teman-teman saya, saya merasa sangat tidak berdaya," kata backpacker itu.
"Ia mengatakan kepada saya untuk tidak mempercayai orang lain, bahkan polisi, dan saya percaya padanya."
"Saya merasa bodoh karena itu, bahwa saya naif dan saya tidak tahu apa-apa."
Pada malam hari, perempuan itu berhasil membebaskan diri dari jeratan rantai dan menggunakan laptopnya untuk mengirim pesan bahaya kepada keluarga, teman, dan Kepolisian Australia Selatan.
Ketika polisi mulai mencari di daerah itu, pengadilan mengungkap Bristow panik dan mengantar perempuan itu kembali ke Murray Bridge di mana ia membantunya menginap di sebuah motel dan meninggalkannya.
Kepribadian berubah
Dalam pernyataannya, perempuan itu mengatakan ia adalah orang yang bahagia, percaya diri dan mandiri sebelum musibah itu, tetapi kini takut meninggalkan rumahnya sendiri.
"Saya terbang ke Australia sendiri dan saya sangat senang melihat negara itu dan mengalami banyak hal berbeda," katanya.
"Saya punya begitu banyak rencana yang ingin saya lakukan selama saya ada di sini, itu adalah hal terbesar yang pernah saya lakukan dalam hidup saya."
"Saya pikir Australia adalah tempat yang aman karena orang-orangnya sangat ramah dan baik ... Saya tak pernah menyangka hal seperti ini akan terjadi pada saya, tetapi itu benar."
Backpacker itu berujar ketika ia kembali ke negara asalnya, ia bukanlah lagi orang yang sama seperti dahulu dan selama tahun pertama ia memiliki masalah tidur dan hampir tak pernah meninggalkan rumahnya.
"Saya tak pernah pergi ke mana pun tanpa ibu saya," katanya.
"Saya sangat cemas, menderita dengan banyak kilas balik dan menangis sepanjang waktu. Itu menyedihkan dan melemahkan."
"Ada banyak hari di mana saya merasa sangat sedih dan memiliki banyak rasa sakit di dalam diri saya."
Pengadilan mengungkap perempuan itu ikut kelas bela diri setelah ia diserang untuk mencoba dan mengembalikan kepercayaan dirinya.
"Kadang-kadang saya pikir dilahirkan sebagai seorang perempuan itu adalah sebuah kutukan ... Saya pikir kita tak aman sama sekali," katanya.
"Siapapun anda, kejahatan ada di mana-mana dan saya bertanya-tanya bagaimana saya bisa melindungi diri saya sendiri."
Bristow, yang menghadapi hukuman penjara seumur hidup karena kejahatannya, tidak menunjukkan emosi ketika pernyataan itu dibacakan.
Perempuan itu mengatakan kepada pengadilan bahwa ia tidak akan pernah memaafkan si pelaku atas apa yang ia lakukan.
"Saya rasa anda seharusnya tidak boleh keluar dari penjara," kata perempuan itu.
"Saya tak ingin ada orang lain yang melalui apa yang sudah saya lalui."
Pengadilan akan mendengar pengajuan hukuman Bristow pada 28 Maret.
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.
Ikuti berita-berita lainnya di situs ABC Indonesia.