REPUBLIKA.CO.ID, CAPE CANAVERAL -- Kapsul astronot tanpa awak komersial milik SpaceX dilaporkan mendarat jatuh di Samudra Atlantik, pada Jumat (8/3) waktu setempat. Pendaratan kapsul yang digagas Elon Musk itu menyelesaikan misi penting bagi upaya Badan Antariksa AS (NASA) yang lama tertunda untuk melanjutkan penerbangan ruang angkasa manusia dari bumi.
Kapsul yang dinamakan, Crew Dragon lepas landas dari Stasiun Luar Angkasa International (ISS), pada pukul 2.30 pagi Jumat. Kapsul melaju ke bumi dengan kecepatan hipersonik sebelum pukul 8.45 pagi, jatuh 320 kilometer di lepas pantai Florida. Mendaratnya kapsul ini akan menjadi demo akhir bagi Crew Dragon sebelum membawa astronot sesungguhnya ke ISS.
Kapsul SpaceX setinggi 4,9 meter itu pada Sabtu lalu diberangkatkan dari Kennedy Space Center di Florida. "Segala sesuatunya berjalan dengan sempurna, tepat waktu seperti yang kemi harapkan," ujar Direktur Manajemen Misi SpaceX, Benjamin Reed, seperti dilansir Reuters.
Misi ini merupakan tonggak penting dalam Program Awak Komersial NASA sebelum penerbangan uji coba manusia pertama SpaceX. Penerbangan tersebut dijadwalkan diluncurkan pada Juli dengan astronot AS Doug Hurley dan Bob Behnken.
"Misi ini benar-benar prestasi Amerika yang mencakup banyak generasi administrator NASA dan lebih dari satu dekade bekerja," kata Administrator Jim Bridenstine.
Wakil manajer program kru dengan NASA, Steve Stich mengatakan, kapsul Crew Dragon berjalan baik. Kapsul itu, kata dia, sebenarnya dijadwalkan mendarat pada Ahad. Siaran langsung menunjukkan cangkang pelindungnya telah terlindung dari panas yang menyengat selama masuk kembali ke bumi.
Misi SpaceX membawa 180 kilogram alat uji ke stasiun ruang angkasa, termasuk boneka bernama Ripley yang dilengkapi dengan sensor di sekitar kepala, leher, dan tulang belakangnya untuk memantau bagaimana perasaan penerbangan bagi manusia.
Tiga astronot dijadwalkan menyambut kapsul pada Ahad lalu dengan melakukan tes dan inspeksi kualitas udara. NASA telah memberikan dana kepada SpaceX dan Boeing Co dengan total 6,8 miliar dolar AS untuk membangun sistem roket dan kapsul untuk misi meluncurkan astronot ke orbit ruang angkasa dari tanah Amerika.
Sistem peluncuran ini pun bertujuan untuk mengkahiri ketergantungan AS pada roket Soyuz Rusia yang terbang sekitar 400 kilometer di atas bumi. NASA berbicara kepada badan antariksa Rusia Roscosmos untuk mencari tambahan dua kursi Soyuz pada 2020 sehingga kehadiran AS di stasiun ruang angkasa bertahan.