REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Thaif. Wilayah yang berjarak sekitar 80 kilometer dari Tanah Suci Makkah itu merupakan salah satu tempat yang bersejarah dalam perkembangan agama Islam. Ke wilayah yang bersuhu dingin itulah, Rasulullah pernah berhijrah. Di tempat itulah, kaum Muslim di era Nabi Muhammad SAW pernah bertempur membela agama Allah.
Peristiwa hijrah Rasulullah SAW ke Thaif, menurut Thabaqat Ibnu Sa’ad, terjadi pada bulan Syawal tahun kesepuluh kenabian. Tak lama setelah Khadijah dan Abu Thalib wafat, tekanan kaum kafir Quraisy semakin menjadi-jadi. Abu Thalib paman Rasulullah SAW semasa hidupnya selalu melindunginya dari siksaan dan teror kafir Quraisy.
Sepeninggal kedua orang yang dicintainya, Rasulullah SAW mencoba untuk berhijrah. Rasulullah SAW, menurut Dr Akram Dhiya al-Umuri dalam Shahih Sirah Nabawiyah, berupaya mencari lahan dakwah baru di Thaif. Nabi SAW mencoba meminta bantuan kepada Tsaqif.
Namun, mereka malah memerintahkan anak-anak untuk melempari Rasulullah SAW dengan bebatuan, papar Dr Akram. Al-Waqidi menyebutkan, Rasulullah SAW tinggal di Thaif selama 10 hari. Seluruh rincian peristiwa hijrah ke Thaif itu ditulis oleh para penulis kitab Al-Maghazie, ungkap Dr Akram.
Peristiwa penolakan Bani Tsaqif saat hijrah ke Thaif itu merupakan salah satu kejadian yang dianggap sebagai salah satu kejadian paling menyulitkan bagi Rasulullah SAW. Hal itu pernah diungkapkan Rasulullah SAW ketika Aisyah bertanya kepada Nabi SAW.
Apakah engkau mengalami peristiwa yang amat menyulitkan setelah peperangan Uhud, tanya Aisyah. Rasulullah SAW menjawab, Sungguh aku temukan (rasakan) suatu yang amat menyulitkan di kaummu, yaitu peristiwa Aqbah di Thaif. Tatkala aku menawarkan misiku pada Ibnu Abdu Yalil bin Abdi Kalal, ia tak mereseponsku.
Menurut Dr Akram, Rasulullah SAW pun pergi dalam keadaan masygul. Bahkan, beliau mengaku sempat tak sadar hingga sampai di Qorn Tsa’alib. Aku menengadahkan kepalaku, tiba-tiba ada sekumpulan awan memayungiku. Aku pun mengarahkan pandanganku ke sana dan melihat Jibril. Ia menyeruku: Sesungguhnya Allah SWT mendengar apa yang dilakukan oleh kaummu terhadap dirimu dan penolakan mereka padamu. Allah telah mengutus malaikat gunung untuk melayani semua keinginanmu.
Maka, Malaikat itu mengucapkan salam dan berkata, Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah mendengar apa yang diucapkan kaummu kepadamu. Aku malaikat gunung diutus oleh Rabbmu untuk melayani semua perintah dan permintaanmu. Jika engkau mau, niscaya akan kami timpakan gunung Ahsyabain ini kepada mereka.
Rasulullah SAW menjawab, Justru aku berharap ada generasi mereka di kemudian hari yang menyembah Allah dan tidak berbuat syirik sedikit pun. (Sahih al-Bukhari, Fathul Bari 6: 312-313).
Menurut Dr Akram, setelah mengalami masa-masa yang sulit itu, yakni hijrah ke Thaif, Allah SWT menghibur Rasulullah SAW dengan peristiwa Isra Mikraj, yakni perjalanan di malam hari dari Masjidil haram ke Masjidil Aqsa dan terus hingga menghadap Sang Khalik di Sidratul Muntaha.