Sabtu 09 Mar 2019 20:10 WIB

Fanomena Bunuh Diri, Mahasiswa Perlu Sadar Kesehatan Mental

Sangat baik bila mahasiswa ikut kelompok dukungan bagi yang mengalami gangguan mental

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Friska Yolanda
Bunuh diri/ilustrasi
Foto: Max Pixel
Bunuh diri/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meninggalnya Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran AH (22 tahun) karena gantung diri menambah daftar mahasiswa yang bunuh diri setelah pada Desember 2018 lalu, dua mahasiswa Unpad juga meninggal karena bunuh diri. Salah satu faktor yang dinilai menjadi penyebab utama bunuh diri di kalangan mahasiswa adalah rendahnya kesadaran kesehatan mental.

"Banyak mahasiswa yang lupa menjaga mental health, karena mereka hanya fokus sama pekerjaan, sama tugas tugas mereka," kata Aktivis kesehatan jiwa dan pendiri Heart People Adi Chandra saat berbincang dengan Republika.co.id, Sabtu (9/3).

Baca Juga

Penyebab bunuh diri diakui Adi Chandra tidak bisa digeneralisasi karena harus melihat pada faktor lingkungan, sosial, kesehatan dan berbagai faktor lainnya. Namun, Adi yang merupakan pendiri yayasan konseling melayani kasus bunuh diri ini mengaku, banyak mahasiswa yang menceritakan ingin bunuh diri karena faktor kurang sadarnya mahasiswa atas kesehatan mental.

Adi Chandra menyebut, banyak mahasiswa yang berkonsultasi pada yayasannya karena beban pekerjaan yang terlalu banyak. Di samping itu, ekspektasi mahasiswa juga terlalu tinggi dengan banyaknya hal yang dilakukan tanpa mengatur waktu dan kesehatan. 

"Alhasil banyak hal yang ternyata gagal karena tidak di manage dengan baik. Jadi mereka stres dan frustrasi," kata Adi.

Lebih jauh, lanjut Adi, bahkan mahasiswa kerap tidak bisa membedakan antara stres dan frustrasi, bahkan cenderung menyepelekan kedua faktor tersebut. Adi pun menjelaskan bahwa stres adalah saat di mana tubuh tertekan karena beban kerja. Sementara frustasi adalah perassan di mana seseorang merasa tidak bisa mencapai yang ia inginkan.

"Jadi misal melakukan banyak hal, baca buku, ngerjain tugas, makalah, tapi mereka kayak tidak mengerti atau sekadar tuntutan dari dosen, tapi mereka tidak enjoy," ujarnya menjelaskan.

Maka untuk menekan tendensi bunuh diri itu, diperlukan kesadaran besar mahasiswa untuk menceritakan kesehatan mentalnya. Mahasiswa seharusnya lebih terbuka dalam mencurahkan permasalahan yang dihadapi tanpa merasa malu. Di samping itu, pihak universitas juga dituntut untuk menciptakan iklim yang membuat mahasiswa sehat secara jiwa, raga dan spiritual.

"Tidak hanya diberikan beban secara akademik saja. Percuma kalau akademik pinter tapi ternyata mental health drop," ujar Adi Chandra.

Sayangnya, kesehatan mental dinilai Adi belum menjadi kebutuhan yang dianggap krusial di Indonesia. Masyarakat Indonesia masih lebih sadar kesehatan fisik bahkan politik dari pada kesehatan mental. Bahkan, masyarakat Indonesia kerap memandang miring orang-orang pemilik gangguan mental yang hendak mengungkapkan permasalahannya.

Alhasil, penderita kesehatan mental semakin tertekan dan kesadaran akan kesehatan mental menjadi terkesampingkan. Maka itu, Adi Chandra pun mendorong perlunya edukasi masyarakat atas kesadaran kesehatan mental.

"Harus ada momen edukasi, mental health itu apa, mau dicerna atau tidak, at least mereka tau ada mental health di kesehatan kita. Ini kebutuhan untuk me1mantain kebutuhan mental mereka. Awareness yang paling penting," ujar dia.

Untuk lingkup mahasiswa, Adi pun menilai akan sangat baik bila mahasiswa membuat kelompok dukungan atau support group yang menaungi mahasiswa dengan gangguan kesehatan mental. "Kalau ada support group, itu lebih baik. It's okay when you're not okay," kata dia.

Pihak Universitas Padjajaran (Unpad) mengaku tidak berdiam diri dengan adanya kasus bunuh diri mahasiswa. Kepala Kantor Komunikasi Unpad Syauqy Lukman menuturkan, pihak kampus terus mengimbau kepada para mahasiswa untuk lebih terbuka terkait permasalahannya sehari-hari.

"Bila ada kendala terkait perkuliahan, juga masalah-masalah pribadi lainnya, mahasiswa dapat melakukan konseling dengan dosen wali, wakil dekan, manajer akademik dan kemahasiswaan atau Kepala Program Studi," kata Syauqy.

Adapun layanan bimbingan dan konseling Unpad, kata Syauqy dipusatkan pada TPBK Fakultas Psikologi yang memang memiliki kompetensi di bidang tersebut. TPBK (Tim Pelayanan dan Bimbingan Konseling) adalah unit layanan yang dimiliki oleh Fakultas Psikologi Unpad, diperuntukkan gratis bagi mahasiswa Unpad yang membutuhkan bantuan psikologis. Layanan yang tersedia di TPBK meliputi bimbingan karir, kesulitan belajar, penyesuaian diri, masalah akademik, pertemanan, interaksi sosial dan permasalahan psikologis lainnya.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement