REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapendam XVII/Cenderawasih, Kolonel Inf Muhammad Aidi, mengatakan, adat masyarakat Papua membuat pembuktian adanya korban dari pihak kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB) sulit untuk dilakukan. Menurutnya, masyarakat di Papua, terutama yang tinggal di pegunungan, punya tradisi membakar mayat yang meninggal karena pertikaian.
"Mereka (KKSB) tidak mengakui ada korban dari mereka dan jelas tidak bisa dibuktikan karena orang Papua ini, terutama di pegunungan itu punya tradisi adat apabila ada korban karena perang itu langsung dibakar mayatnya," ujar Aidi melalui sambungan telepon, Sabtu (9/3).
Aidi menjelaskan, mayat korban perang atau pertikaian dibakar karena dianggap membawa malapetaka. Mayat korban pertikaian itu pun tidak boleh dibiarkan lama-lama karena alasan yang sama.
Cara tersebut berbeda dengan mayat yang meninggal karena sakit. "Kalau meninggal karena sakit dikubur seperti biasa. Kalau karena pertikaian itu dibakar tradisinya karena dianggap sebagai bala," jelas Aidi.
Selain itu, ia juga menerangkan, KKSB turut menyebarkan informasi, mereka berhasil membunuh lima orang prajurit TNI dan merampas lima pucuk senjata milik TNI. Aidi menjelaskan, hal tersebut tidak benar karena pihaknya tidak mungkin menyembunyikan prajurit yang gugur dalam tugas.
"Tidak mungkin prajurit kita sudah meninggal kita sembunyikan. Logikanya begitu. Pasti diberikan ke keluarga, kalau disembunyikan kita kan dituntut sama keluarga," tutur dia.
Sebelumnya, pasukan TNI di Papua kembali mendapatkan serangan dari KKSB. Mereka menyerang saat pasukan TNI melaksanakan pengamanan pergeseran pasukan yang akan melaksanakan pengamanan dan pembangunan di Nduga, Papua.
"Mendapatkan serangan dari pihak KKSB pimpinan Egianus Kogoya di Distrik Mugi, Kabupaten Nduga pagi tadi," ujar Aidi melalui keterangan tertulisnya, Kamis (7/3).
Penyerangan tersebut terjadi Kamis (7/3) sekitar pukum 08.00 WIT. Pasukan TNI Satuan Tugas Penegakkan Hukum (Satgas Gakkum) berkekuatan 25 orang tersebut baru tiba di Distrik Mugi dalam rangka mengamankan jalur pergeseran pasukan.
Kemudian secara mendadak, mereka mendapatkan serangan oleh sekitar 50 hingga 70 orang KKSB bersenjata campuran, baik senjata standar militer maupun senjata tradisional seperti panah dan tombak.
Aidi menerangkan, akibat serangan tersebut tiga orang prajurit gugur. Ketiga prajurit tersebut, yakni Serda Mirwariyadin, Serda Yusdin dan Serda Siswanto Bayu Aji. Sementara dari pihak KKSB, prajurit TNI berhasil merampas lima pucuk senjata milik KKSB yang jenisnya masih dalam penyelidikan.
"Ditemukan satu orang mayat dan diperkirakan setidaknya tujuh hingga 10 orang anggota KKSB juga tewas. Tapi mayatnya berhasil dibawa kabur oleh teman-temannya," ungkap dia.