REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pesawat Ethiopian Airlines jatuh di dekat kota Bishoftu, 62 Km tenggara ibu kota Addis Ababa pada Ahad (10/3) ketika menuju Nairobi, Kenya. Pengamat penerbangan Alvin Lie mengungkapkan banyak kemungkinan mengapa pesawat tersebut bisa mengalami kecelakaan.
Salah satu kemungkinan yang terjadi adalah kegagapan pilot atas teknologi yang dimiliki Boeing 737 Max 8. Jenis pesawat itu memang baru dirilis pada 2016, dan Ethiopian Airlines baru memilikinya pada Juli tahun lalu.
"Kemungkinan tersebut tidak dapat dikesampingkan mengingat ada unsur kealpaan Boeing sejak awal tidak cantumkan fitur MCAS dalam manual pelatihan untuk pilot," kata anggota Ombudsman bidang transportasi kepada Republika.co.id, Ahad (10/3) malam.
Maneuvering Characteristics Augmentation System atau disingkat MCAS merupakan fitur yang bekerja secara otomatis, meski pesawat terbang manual. Fitur ini memproteksi pesawat dari manuver yang berbahaya, seperti mengangkat hidung pesawat terlalu tinggi.
Ethiopian Airlines Jatuh. Puing-puing yang diduga berasal dari pesawat Ethiopian Airlines yang jatuh ditemukan di Hejere, 50 km dari Addis Ababa, Kenya (10/3).
Tapi, Boieng awalnya tidak tercantumkan hal tersebut dalam buku manual operasi, sehingga, banyak pilot Boeing 737 Max 8 yang tidak mengetahui hal tersebut. Baru ketika setelah terjadinya kecelekaaan pada B737 Max 8 Lion Air pada Oktober lalu, perusahaan pesawat itu baru menjelaskan fitur itu melalui buletin keselamatan.
"Setelah kecelakaan PK-LQP baru kemudian dilakukan update," kata kata Alvin.
Banyak yang menduga jatuhnya Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT 610 rute Jakarta-Pangkalpinang di Tanjung Karawang karena pilot tidak mengetahui fitur tersebut. Sehingga, kecelakaan yang terjadi bulan Oktober lalu bisa terjadi dan menelan banyak korban.
"Perlu dicek apakah Ethiopian Airlines sudah melakukan update pelatihan untuk pilotnya," kata Alvin.