REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner KPU Viryan Azis, mengatakan pihaknya telah menerima data sebanyak 17,5 juta pemilih tidak wajar dari BPN Prabowo-Sandiaga Uno. KPU pun sudah memberikan jawaban atas temuan BPN.
Viryan mengatakan memang ada pemilih yang tanggal dan bulan lahirnya sama sebagaimana ditemukan BPN. KPU pun sudah menyampaikan data-data pemilih yang demikian kepada Dukcapil Kemendagri agar bisa diklarifikasi.
"Pekan lalu, saya datang ke dukcapil untuk mengkonfirmasi beberapa hal, terutama soal WNA yang masuk DPT juga mengkonfirmasi data soal tanggal lahir tersebut," ujar Viryan kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (11/3).
Ia mengatakan data tersebut memang menyebutkan tanggal dan bulan lahir sama. "Mengapa data seperti itu bisa muncul? Informasi yang kami terima, data itu hasil dari pencatatan di bawah," kata dia.
Viryan mencontohkan pada saat proses pencatatan administrasi kependudukan, ternyata ada pemilih yang tidak tahu tanggal dan bulan lahirnya. Kemudian, dia mengatakan, pemilih-pemilih demikian disamakan tanggal dan bulan lahirnya, yakni 1 Juli, 31 Desember, dan 1 Januari.
"Ini bukan hanya sekarang, pemilu sebelumnya sudah ada seperti ini, 2014 juga seperti itu. Dengan demikian, ini bukan data tidak wajar, tetapi data yang secara administrasi kependudukan, demikian adanya," tutur Viryan.
Sebelumnya, BPN Prabowo-Sandiaga Uno menemukan 17,5 juta data pemilih 2019 yang tidak wajar. Menurut BPN, ketidakwajaran itu bisa terindikasi karena pemilih tersebut rata-rata lahir pada tanggal dan bulan yang sama.
Direktur Komunikasi dan Media BPN Hashim Djojohadikusumo mengatakan 17,5 juta pemilih tidak wajar diperoleh dari hasil verifikasi dan investigasi terhadap daftar pemilih tetap hasil perbaikan (DPTHP) tahap dua yang ditetapkan pada 15 Desember 2018. Dalam proses verifikasi tersebut, BPN telah melakukan empat kali pertemuan dengan KPU.
"Menurut kami BPN, tim IT kami masih ada masalah sejumlah nama kurang lebih 17,5 juta nama (data pemilih tidak wajar), ya itu minimal. Itu namanya dianggap ganda bisa juga dinilai invalid," ujar Hashim kepada wartawan di Kantor KPU, Senin.
Hashim juga mengungkapkan pihaknya prihatin dengan keutuhan dan integritas DPT Pemilu 2019. Namun, Hashim mengaku senang dengan respon KPU yang rencananya akan menindaklanjuti temuan BPN atas DPT tidak wajar tersebut.
"Kami berbahagia, dari KPU ada tanggapan cukup positif ya nanti kami akan diberikan waktu untuk mengadakan bukan coklit tapi pengecekan lapangan bersama secara random, kita akan cek beberapa hal nanti, kami akan laporkan lagi kepada kawan-kawan media," kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, Juru Bicara BPN Ahmad Riza Patria menjelaskan pemilih sejumlah 17,5 juta ini terkonsentrasi lahir pada tanggal 1 Juli, 31 Desember, dan 1 Januari. Jumlah pemilih yang lahir 1 Juli sebanyak 9,8 juta, sementara pemilih yang lahir 31 Desember sebanyak 5,4 juta dan pemilih yang lahir 1 Januari sebanyak 2,3 juta.
"Ini tadi sudah kami pertanyakan kepada KPU. Menurut KPU, data ini ini lah yang diterima dari dukcapil Kemendagri. Nanti kami cari waktu untuk temui dukcapil Kemendagri untuk minta klarifikasi terhadap data yang kami anggap tidak wajar," kata Riza.
Selain menemukan data tidak wajar, kata Riza, BPN juga menemukan data pemilih invalid, pemilih manipulatif dan data pemilih ganda. BPN dan KPU, lanjut Riza sudah sepakat akan melakukan pengecekan bersama ke lapangan terhadap data-data pemilih yang bermasalah tersebut.
"Hari ini kami akan menetapkan sampling titik-titik daerah mana yang akan ditelusuri di bawah nanti. Seminggu ke depan kita akan sama-sama turun ke bawah untuk memastikan validitas data-data tersebut. Apalagi KPU sudah janji akan revisi dan perbaiki. Kami harap semua masyarakat sama-sama kawal dan pastikan agar DPT bersih, nggak ada manipulasi ganda dan kesalahan lain sehingga pemilu berkualitas," tutur Riza.