REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ahmad Agus Fitriawan
Manusia sering kali merasa diri paling suci, paling benar, paling tahu, paling baik, dan merasa punya kelebihan yang tidak dimiliki orang lain. Itu karena manusia dikuasai oleh ego superioritas dan ujub (takjub pada diri sendiri) ketika menilai orang lain. Terlebih pada era media sosial saat ini. Seseorang dapat dengan mudah mengomentari semua hal tanpa menyadari bahwa dirinya punya banyak kekurangan dan masalah.
Agar terhindar dari ego superioritas, merasa paling suci, paling benar, paling baik, dan sikap sombong, Syekh Abdul Qadir Jailani dalam kitab Nashaih al'Ibad, mengajarkan kita cara mengendalikannya.
Pertama, ketika bertemu orang lain maka niscayakan bahwa orang itu lebih baik daripadamu. Katakanlah pada diri sendiri, bisa jadi orang ini lebih baik di sisi Allah SWT daripada aku dan dia lebih tinggi derajatnya dalam ibadah dan ketakwaannya.
Kedua, jika yang ditemui itu adalah anak kecil, katakan: anak ini belum bermaksiat kepada Allah SWT, sedangkan aku sudah banyak bermaksiat kepadaNya. Tidak diragukan anak ini lebih baik dan lebih suci daripada aku.
Ketiga, jika yang ditemui orang lebih tua usianya daripada kita, katakan: orang ini sudah beribadah kepada Allah SWT sudah lama sebelumku.
Keempat, jika bertemu orang yang punya ilmu, katakan: orang ini sudah mendapat apa yang belum aku dapatkan, telah meraih apa yang belum aku raih, mengetahui apa yang belum aku tahu, dan dia berucap, bertindak, dan beramal dengan menggunakan ilmunya.
Kelima, jika bertemu dengan orang bodoh, katakan: orang ini bermaksiat kepada Allah SWT karena bodoh dan tidak tahu, sedangkan aku bermaksiat kepadaNya padahal sudah tahu. Dan aku tidak akan pernah mengetahui apa yang akhirnya akan terjadi pada dirinya (orang bodoh) dan pada diriku.
Keenam, jika yang ditemui adalah orang kafir, katakan: aku tidak tahu kemudian hari dia akan masuk Islam dan meninggal dunia dengan sebaikbaiknya amal saleh dalam keadaan husnul khatimah, sedangkan aku bisa saja menjadi kafir dan mati dalam keadaan buruk dalam keadaan su'ul khatimah, naudzubillah.
Sejatinya, kita mencontoh Abu Bakar ash Shid diq. Meski dipuji karena kebaikannya, Abu Bakar merasa dirinya tidak lebih baik dari pujian tersebut, malah ia berdoa ketika dipuji oleh orang lain.
Allahumma anta a'lamu minni bi nafsiy, wa anaa a'lamu bi nafsii minhum. Allahummaj 'alniy khoirom mimmaa yazhunnuun, waghfirliy maa laa ya'lamuun, wa laa tuakhidzniy bimaa yaquuluun. (Ya Allah, Engkau lebih mengetahui keadaan diriku daripada diriku sendiri dan aku lebih mengetahui keadaan diriku daripada mereka yang memujiku. Ya Allah, jadikanlah diriku lebih baik dari yang mereka sangkakan, ampunilah aku terhadap apa yang mereka tidak ketahui dariku, dan janganlah menyiksaku dengan perkataan mereka). Wallahu a'lam. ¦