REPUBLIKA.CO.ID, Lidia tak pernah membayangkan akan berada di tengah situasi mencekam saat memutuskan bergabung dengan milisi ISIS di Suriah. Namun ketika bom mulai menghujani tempat tinggalnya yang berada di daerah kekuasaan ISIS, dia baru menyadari bahwa nyawanya beserta anaknya terancam. Saat itu pula Lidia ingin pulang ke negara asalnya.
Lidia adalah warga Malaysia berusia 29 tahun yang berprofesi sebagai teknisi laboratorium medis. Dia bergabung dengan ISIS pada Oktober 2014 bersama suaminya. Saat bergabung, Lidia membawa anaknya yang masih bayi.
Ketika Lidia dan suaminya bergabung, ISIS merupakan kelompok yang ditakuti dan disegani. Mereka berhasil menduduki sejumlah wilayah di Irak dan Suriah. Namun pertempuran memang tak selalu memihak pada ISIS.
Setelah beberapa tahun berkuasa di Irak dan Suriah, ISIS mulai kehilangan kontrol atas wilayah yang didudukinya. Pada 2017, Irak bahkan mendeklarasikan kemenangannya terhadap ISIS. Kendati demikian, sebagian anggotanya masih berkeliaran di negara tersebut.
Basis ISIS di Suriah, perlahan tapi pasti, juga mulai tercerai berai. Saat ini sempalan ISIS masih bertahan di Baghouz, sebuah wilayah di perbatasan Suriah dan Irak. Namun mereka terus dibombardir oleh pasukan Amerika Serikat (AS) dan sekutunya Pasukan Demokratik Suriah (SDF).
Lidia adalah salah satu anggota ISIS di Suriah yang berusaha menyelamatkan diri. Dua pekan lalu, Lidia berhasil mengirim surat kepada ayahnya dan mengatakan bahwa dia ingin pulang ke Malaysia.
Ayahnya cukup terkejut saat membaca surat tersebut. "Saya tidak pernah kehilangan harapan bahwa suatu hari Lidia akan memberitahu saya bahwa dia ingin pulang," kata dia yang enggan dipublikasikan identitasnya saat diwawancara Aljazirah, Selasa (12/3).
Menurut dia, Lidia memang tak mengerti soal ISIS dan ideologi yang diusungnya. "Suaminya yang membawanya ke sana (Suriah). Dia tidak mengerti apa ISIS saat itu," ujarnya.
Saat pergi ke Suriah, Lidia sempat menjaga komunikasi dengan ayahnya secara berkala melalui aplikasi perpesanan instan, WhatsApp. Saat suaminya tewas, Lidia masih menolak pulang ke Malaysia.
Dia memutuskan bertahan dan menikah lagi. Namun suami keduanya juga telah terbunuh. "Saya yakin dia sekarang ingin pulang karena kedua suaminya telah tewas," kata ayahnya.
Dalam surat yang dikirim kepada ayahnya, Lidia menceritakan bagaimana dirinya berhasil keluar dari wilayah yang dikuasai ISIS. Dia berjalan kaki selama lima hari dari kota Mayadin di distrik Deir Az Zor bersama dua putranya yang berusia dua dan empat tahun. "Dia bepergian bersama warga Malaysia lainnya bernama Aisyah ke kamp al-Hol di Hasakah," ujar ayahnya.
Menurut ayahnya Lidia berhasil mendapatkan tempat bernanung di kamp al-Hol. Namun tempat itu tidak nyaman untuknya dan putranya. "Dia ingin pulang secepatnya," ucapnya.
Menurut Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) kamp al-Hol telah menampung sekitar 62 ribu orang. Ribuan di antaranya merupakan istri dan anak-anak anggota ISIS. PBB memperkirakan masih banyak orang yang akan mendatangi kamp tersebut dalam beberapa hari mendatang.
Kepala kontraterorisme Cabang Khusus, badan intelijen dari Kepolisian Malaysia, Ayob Khan Mydin Pitchay mengatakan pihaknya sedang berusaha memulangkan Aisyah dan warga Malaysia lainnya di Suriah. "Kami berusaha membawa mereka pulang, yaitu termasuk Lidia. Tapi Anda tahu situasinya sulit karena melibatkan banyak pihak dari berbagai negara," katanya.
Malaysia memang mengambil sikap berbeda dengan negara-negara lain, terutama Eropa, yang memutuskan mencabut status kewarganegaraan warga negaranya yang bergabung dengan ISIS. Malaysia mengizinkan warganya kembali dengan syarat mematuhi pemeriksaan, penegakkan hukum, dan menyelesaikan satu bulan program rehabilitasi yang dikelola pemerintah.
Menurut Ayob, tidak semua warga Malaysia mantan anggota ISIS yang kembali akan ditahan. Namun mereka semua harus diinterogasi. "Kami akan melakukan pemeriksaan dan investigasi menyeluruh pada setiap pengungsi yang kembali. Kami membawa ulama dan psikolog untuk mengevaluasi ideologi serta susunan psikologis mereka," kata Ayob.
Dalam proses ini, otoritas Malaysia akan bekerja sama dengan badan intelijen asing, terutama dalam pertukaran informasi. Jika terdapat bukti bahwa mereka yang kembali terlibat kegiatan ISIS, ia akan dituntut di pengadilan.
Hingga saat ini, 11 warga Malaysia telah dipulangkan dari Suriah. Delapan di antaranya didakwa di pengadilan dan dijatuhi hukuman. Semuanya pria. Sementara tiga lainnya adalah seorang wanita dan dua anak berusia tiga serta lima tahun. Menurut Ayob wanita tersebut telah menjalani program rehabilitasi. Saat ini dia telah dipulangkan ke desanya. "Dia terus dipantau," ujar Ayob.