Selasa 12 Mar 2019 20:01 WIB

Pendidikan Berlalu Lintas Dinilai Perlu Masuk Kurikulum

Kurikulum berlalu lintas harus masuk pendidikan formal

Rep: Mimi Kartika/ Red: Esthi Maharani
Anggota kepolisian melakukan olah TKP kasus tabrakan (Republika/Raisan Al Farisi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Anggota kepolisian melakukan olah TKP kasus tabrakan (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitorus menanggapi angka kecelakaan yang sebagian besar didominasi generasi milenial di wilayah hukum Polda Metro Jaya. Menurut dia, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bersama kepolisian harus menerapkan tertib berlalu lintas menjadi kurikulum pendidikan formal.

"Kurikulum berlalu lintas itu tidak diwajibkan dari semenjak dini. Kurikulum berlalu lintas harus masuk pendidikan formal. Karena kalau tidak seperti itu kewajibannya kita untuk patuh terhadap tertib lalu lintas," ujar Alfred saat dihubungi Republika, Selasa (11/3).

Ia menjelaskan, tertib berlalu lintas sejatinya harus dipelajari sejak dini. Sebab, berkaitan dengan karakter seseorang yang harus ditanamkan saat anak-anak. Untuk itu, tertib berlalu lintas perlu dimasukkan dalam kurikulum pendidikan formal.

Alfred menilai, Pemprov DKI bisa menerapkan kurikulum berlalu lintas. Tujuannya hanya satu, untuk mengurangi angka kecelakaan berlalu lintas dari sumbernya. Menurutnya, nyawa seseorang lebih harus diutamakan daripada hal lainnya.

"Tidak ada pembenahan, yang kita benahi hanya dari hilirnya saja. Tetapi hulunya membangun karakter masyarakat milenial itu dari semenjak hulunya masih kurang bahkan itu hanya dijadikan sebagai sukarela," kata dia.

Ia menuturkan, saat ini tertib lalu lintas hanya sebatas penyuluhan yang sifatnya seperti sukarela dari kepolisian. Sementara pendidikan moral berlalu lintas ini, menurut Alfred, sangat diperlukan agar ketika anak beranjak dewasa sudah memahami tata tertib lalu lintas.

Ia menggarisbawahi, pendidikan tertib berlalu lintas tak hanya kepada mengendarai kendaraan bermotor. Melainkan juga setiap insan yang menjadi pejalan kaki juga termasuk orang-orang yang berlalu lintas.

Alfred mengungkapkan, masih banyak pula pejalan kaki yang tidak mematuhi aturan berlalu lintas. Padahal, dalam undang-undang tercantum hak dan kewajiban para pejalan kaki.

"Pejalan kaki masih menyebrang sembarangan, tidak melewati zebra cross misalnya," kata dia.

Ia menambahkan, salah satu faktor pendukung meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas terhadap milenial adanya pembiaran atau pemakluman. Alfred mengatakan, banyak anak-anak sekolah yang belum cukup umur telah mengendarai kendaraan bermotor.

"Kita lihat anak-anak SD di jalan sudah bawa motor. Ini yang dimaksud pembiaran itu," katanya.

Terlebih lagi, Alfred melanjutkan, peran orang tua dalam hal ini juga perlu diperhatikan. Sebab, menurut dia, masih banyak orang tua yang tak segan mengizinkan anak-anaknya mengendarai kendaraan bermotor meski belum memenuhi persyaratan.

Sehingga, lanjut dia, perlu menanamkan budaya tertib berlalu lintas tersebut mencakup semua pihak. Menurut Alfred, pembentukan kurikulum tertib berlalu lintas ini sangat mendesak harus diterapkan di sekolah-sekolah.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement