REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pesatnya pertumbuhan jual beli online dan pertumbuhan usaha di sektor e-commerce (perdagangan elektronik) membuat pemerintah merasa perlu membuat aturan yang menjadi koridor dalam bisnis ini. Namun, karena pertumbuhan yang pesat dan banyak mendukung pertumbuhan ekonomi, pemerintah enggan gegabah untuk buru buru menerbitkan aturan untuk perdagangan elektronik ini.
Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita tak menampik pentingnya aturan yang mengatur dan menjadi koridor dari pertumbuhan e-commerce ini. Hanya saja, kata Enggar, jangan sampai aturan yang dibuat malah membuat perkembangan perdagangan elektronik menjadi terhenti.
"Itu menjadi concern kita. Tapi jangan sampai menjadi preseden yang tidak baik," ujar Enggar di Hotel Sangrilla, Selasa (12/3).
Enggar juga sepakat bahwa saat ini mayoritas barang yang diperjualbelikan di dalam marketplace mayoritas merupakan barang produksi Cina. Padahal, kata Enggar, marketplace ini merupakan salah satu wadah strategis untuk mempromosikan produk UMKM.
"Platform itu sendiri menjual seperti ada satu perusahaan yang menyatakan 85-90 persen yang dijual itu produk dari Cina. Saya sudah ada pembicaraan dengan mereka, dengan Idea yang lainnya mereka juga punya kepedulian yang sama bagaimana tinggal merumuskan bagaimana bentuknya mengawali itu," ujar Enggar.
Enggar menjelaskan saat ini pihaknya masih berkordinasi dengan banyak pihak mengenai aturan perdagangan elektronik. Di satu sisi, aturan yang memang khusus mengenai marketplace ini juga perlu menunggu perkembangan kebijakan dari WTO.
"Harusnya tahun ini. Masih ada persoalan, posisi kita di WTO juga mengenai e-commerce itu menjadi persoalan sendiri. Mesti kita lihat perkembangan itu. Jadi jangan kita mengeluarkan satu PP (peraturan pemerintah) nanti berbeda dengan dunia," ujar Enggar.