REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) meminta kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menambah investasi pembangunan di tahun ini. Meski bertepatan dengan tahun politik, BUMN sebagai agen pemerintah dalam pembangunan tetap diperlukan.
Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, mengatakan, tahun ini total capital expenditure (capex) atau belanja modal BUMN diharapkan meningkat 36 persen atau sebesar Rp 201 triliun menjadi Rp 764 triliun dari perkiraan realisasi investasi tahun lalu sebesar Rp 563 triliun.
Menurut Bambang, mayoritas belanja modal BUMN sekitar 55 persen saat ini difokuskan untuk proyek infrastruktur. “Infrastruktur itu bisa didorong tanpa harus tergantung APBN. Meskipun APBN kita jumlahnya sudah sekitar Rp 2 ribu triliun, itu tetap kecil,” kata Bambang di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (13/2).
Bambang mengatakan, perlu ada upaya untuk meningkatkan investasi BUMN di sektor infrastruktur. Namun, bukan melalui skema penyertaan modal negara atau PNM. Sebab, PNM secara otomatis akan menambah utang pemerintah karena kondisi APBN saat ini yang sudah defisit.
Karena itu, Bambang kembali menegaskan agar skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) serta Pembiayaan Investasi Non-Anggaran Pemerintah (PINA) terus digenjot. “Saya harus tekankan, investasi BUMN itu tidak harus dari uang BUMN itu sendiri. Makanya kita juga dorong agar BUMN dan swasta membentuk perusahaan patungan untuk membiayai proyek,” ujar dia.
Ia menuturkan, dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) Indonesia 2015-2019, total kebutuhan pembangunan mencapai Rp 4.795 triliun. Sebanyak 41,3 persen bersumber dari APBN dan APBD, 22,2 persen dari BUMN, dan 36,5 persen dari pihak swasta.
Namun, realisasi alokasi pembiayaan infrastruktur selama pemerintahaan Joko Widodo saat ini baru menyentuh Rp 1.714 triliun. Sebagai catatan, pada RPJMN 2010-2014, total alokasi pembiayaan infrastruktur sebesar Rp 679 triliun.
Menurut dia, ketertinggalan infrastruktur yang dialami saat ini, disadari atau tidak, mempengaruhi persepsi investor kepada Indonesia. Bambang menjelaskan, pada prinsipnya, investor yang ingin menanamkan investasi di sektor riil akan melihat kondisi kelengkapan infrastruktur demi keberlangsungan bisnis yang dijalankan.
“Paling tidak kita bisa dapat investasi di sektor tambang dan perkebunan karena itu tidak butuh infrastruktur lengkap. Tapi, kalau soal manufaktur dan jasa, mereka akan berpikir dua kali masuk ke Indonesia,” ujarnya.
Di sisi lain, Mantan Menteri Keuangan itu pun mengingatkan BUMN untuk menjaga keseimbangan antara aset dan utang. BUMN, kata dia, tidak boleh terlalu banyak menambah utang karena akan ada risiko yang ditanggung.
Sebaliknya, peningkatan aset perlu didukung untuk memperkuat BUMN sebagai entitas bisnis. “Jadi, juga seimbangkan debt financing dan equity financing. Apapun risiko tidak boleh disepelekan,” ujarnya.