REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa empat anggota DPRD Kalimantan Tengah, Ketua Komisi B, Borak Milton, Sekretaris Komisi B Punding Ladewiq dan dua anggota Komisi B Arisavanah dan Edy Rosadah. Keempatnya didakwa menerima suap Rp 240 juta dari pihak PT Binasawit Abadi Pratama (BAP).
Dalam dakwaan, diduga, uang suap diberikan pihak BAP agar Komisi B DPRD, yang membidangi Perekonomian dan Sumber Daya Alam, Kalimantan Tengah, tidak menindaklanjuti temuan pencemaran Danau Sembuluh, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah yang diduga dilakukan PT BAP. Selain itu, para legislator Kalteng itu pun diminta menyampaikan kalau perizinan perkebunan sawit PT BAP tengah diurus.
"Menerima uang yang seluruhnya berjumlah Rp 240 juta melalui Edy Rosada dan Arisavanah yang berasal dari Willy Agung Adipradhana sebagai Direktur Operasional Sinar Mas wilayah Kalimantan Tengah IV sekaligus CEO Perkebunan Sinar Mas 6A Kalimantan Tengah-Utara, Teguh Dudy Syamsuri Zaldy selaku Department Head Document and License Perkebunan Sinar Mas untuk wilayah Kalimantan Tengah-Utara, dan Wakil Direktur Utama PT SMART Tbk yang juga Direktur PT BAP, Edy Saputra Suradja," kata JPU KPK Irman Yudiandri di ruang sidamg Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (13/3).
Dalam dakwaan, pada bulan September 2018, DPRD Kalteng menerima laporan bahwa ada dugaan pencemaran di Danau Sembuluh. Laporan itu dibahas dalam badan musyawarah (Bamus) dan memerintahkan Komisi B DPRD Kalteng yang membidangi perekonomian dan sumber daya alam untuk melakukan pengawasan.
Borak Milton bersama Punding mengusulkan dan menyetujui bahwa Komisi B DPRD Kalteng akan melakukan kunjungan kerja ke PT BAP di Gedung Sinar Mas Land Jakarta sebagai bentuk tindak lanjut.
Kunjungan tersebut sempat diminta ditunda oleh CEO Perkebunan Sinar Mas 6A Kalimantan Tengah-Utara Willy Agung, dan Department Head Document and License Perkebunan Sinar Mas untuk wilayah Kalimantan Tengah-Utara, Teguh Dudy Syamsuri Zaldy.
Namun, kunjungan tetap berjalan lantaran para legislator Kalteng akan ke Jakarta pada 26 September 2018. Kemudian pada 27 September 2018, para anggota dewan melakukan kunjungan kerja ke Gedung Sinar Mas Land Jakarta yang dipimpin Muhammad Asera, wakil ketua komisi B DPRD Kalteng.
"Dihadiri juga oleh perwakilan Dinas Perizinan, Dinas Perkebunan serta Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Tengah," kata jaksa Irman.
Pertemuan itu tak hanya membahas pencemaran Danau Sembuluh tetapi persoalan PT BAP yang belum memiliki hak guna usaha (HGU), izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPH), dan belum adanya perkebunan plasma.
Pada 3 Oktober 2018 komisi B DPRD Kalteng kemudian melakukan kunjungan lapangan ke lokasi perkebunan PT BAP di Seruyan. Kunjungan itu menghasilkan kesimpulan bahwa perusahaan belum memiliki HGU, IPPH, dan belum memiliki perkebunan plasma. Padahal PT BAP telah beroperasi sejak 2006.
Teguh Dudy sempat berkoordinasi dengan dengan Borak Milton untuk bertemu. Pada 16 Oktober 2018, di Cafe Excelso Kalteng, Willy dan Teguh atas perintah Managing Director PT Binasawit Abadi Pratama (BAP), Edy Saputra menemui para legislator Kalteng untuk meminta membersihkan pemberitaan di media mengenai persoalan PT BAP. Pertemuan kembali dilakukan pada 17 Oktober 2018 di ruang Komisi B antara Teguh, Bor, Punding, Edy Rosada dan Arisavanah.
"Saat itu terdakwa II (Punding) menyampaikan untuk memenuhi keinginan Teguh Dudy, ada harga yang harus dipenuhi sebesar Rp 300 juta. Selanjutnya diputuskan oleh terdakwa I (Borak) 'Ya kalau kawan-kawan, ya Rp 20 juta lah', maksudnya jatah untuk masing-masing anggota Komisi B sebesar Rp 20 juta dengan jumlah seluruh anggota 12 orang sehingga total permintaan sebesar Rp 240 juta," ungkap jaksa.
Diketahui, anggota Komisi B berjumlah 12 orang sehingga total uang yang wajib diberikan pihak PT BAP adalah Rp 240 juta. Setelah mendapat persetujuan dari Willy, uang suap diberikan melalui Tiraa kepada anggota komisi B DPRD Kalteng Edy Rosada dan Arisavanah di pusat nasi bakar Food Court Sarnah Jakarta Pusat dan saat serah terima itu Tirra, Edy Rosada dan Arisavanah diamankan petugas KPK.
Atas perbuatannya, Borak, Punding, Edy, dan Arisavanah didakwa telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Usai mendengarkan dakwaan, Borak Milton dan Punding menyatakan mengajukan eksepsi atau nota keberatan. Sementara Edy Rosada dan Arisavanah menolak mengajukan eksepsi.
Adapun dalam hari yang sama, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat juga menjatuhkan vonis 1 tahun 8 bulan penjara terhadap tiga petinggi anak usaha Sinarmas. Hakim menyatakan ketiganya telah terbukti bersalah menyuap empat anggota Komisi B DPRD Kalimantan Tengah.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa masing-masing pidana penjara selama 1 tahun 8 bulan, pidana denda Rp 100 juta apabila tidak membayar diganti dengan pidana kurungan 2 bulan ," kata Ketua Majelis Hakim Duta Baskara saat membacakan amar putusan di Ruang Sidang PN Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (13/3).
Selain itu ketiganya juga dikenakan hukuman denda sebesar Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan. Vonis ini masih lebih rendah dibanding tuntutan hakim yakni 2,5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Ketiga penyuap itu dinyatakan telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.