Rabu 13 Mar 2019 22:10 WIB

Penerapan Perizinan Online Butuh Dukungan Daerah

Pemerintah daerah disarankan tak membuat portal yang serupa dengan OSS.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Satria K Yudha
Menko Perekonomian Darmin Nasution memberikan sambutan pada acara  peluncuran sistem pelayanan perizinan berusaha teringrasi secara elaktronik (Online Single Submission/OSS) di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (9/7).
Foto: Prayogi/Antara
Menko Perekonomian Darmin Nasution memberikan sambutan pada acara peluncuran sistem pelayanan perizinan berusaha teringrasi secara elaktronik (Online Single Submission/OSS) di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (9/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peluncuran Online Single Submission (OSS) atau perizinan online terpadu diharapkan bisa memperbaiki kemudahan berusaha di Indonesia. Tapi, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Indra Krishnamurti menilai, implementasi dari sistem ini masih menemui banyak hambatan. Misalnya, belum meratanya fasilitas dan infrastruktur internet di daerah dan peraturan tingkat pusat dengan peraturan daerah yang tumpang tindih. 

Indra mengatakan, harmonisasi dan evaluasi peraturan tersebut membutuhkan dukungan kuat dari pemerintah daerah. Sebab, mereka merupakan pihak yang paling memahami peta dan potensi ekonomi di wilayahnya. "Mereka perlu mempelajari ulang dan merevisi aturan yang kepentingan dan sifatnya sama dengan aturan tingkat pusat," katanya, Rabu (13/3). 

Indra pun mengingatkan agar pemerintah daerah tak membuat portal serupa OSS. Kesamaan sistem tersebut justru akan semakin membingungkan para pengusaha dan investor. Menelaah peraturan dan melakukan deregulasi peraturan yang sudah tertuang dalam aturan tingkat pusat akan lebih efektif untuk menumbuhkan iklim usaha yang kondusif.

Selain itu, Indra menambahkan, sosialisasi OSS juga penting dilakukan. Kegiatan ini membutuhkan pendampingan dari pemerintah pusat agar penerapannya efektif dalam menyelesaikan permasalahan rantai birokrasi perizinan yang panjang di Indonesia.

Peringkat kemudahan berbisnis atau disebut Ease of Doing Business (EoDB) Indonesia pada Indeks EoDB 2019 turun satu poin dari peringkat 72 menjadi peringkat 73. Pada Indeks EoDB 2018, Indonesia hanya mencapai posisi ke-144 pada indikator Starting a Business. Peringkat ini membuat Indonesia tertinggal jauh dari negara tetangga seperti Singapura ataupun Hongkong yang masing-masing mencapai posisi keenam dan ketiga.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution meminta agar pemerintah daerah tidak membuat sistem OSS tersendiri. Hal ini menyebabkan terjadinya tumpang tindih antara regulasi di tingkat pemerintah pusat dengan daerah. Kondisi ini salah satunya terjadi di Jakarta. 

Sebagai informasi, Darmin menambahkan, sistem OSS bertujuan untuk memudahkan izin berusaha. Selain meringkas tahapan dan waktu, juga tenaga calon investor maupun pengusaha dalam memproses izin berusaha. 

Sementara itu, EoDB bersifat jauh lebih rinci. Jika OSS hanya meliputi 15 sampai 20 perizinan, EoDB mencapai hingga 100 perizinan. "Yang repot, (pemda) membuat OSS, tapi hanya sekitar empat sampai lima izin, bukannya sekalian 15-20 perizinan. Jadi kan tanggung," kata Darmin. 

 

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement