REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Khusus Presiden untuk Papua Lennis Kogoya menyarankan agar penanganan terhadap kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB) di Nduga dilakukan setelah penyelenggaraan pemilu 2017 nanti selesai. Saat ini, pemerintah harus fokus terhadap pengamanan dan keamanan penyelenggaraan pemilu sehingga tak mempengaruhi partisipasi masyarakat.
“Itu nanti boleh kita mengejar. Tapi pas Pilpres terjadi penembakan kedua pihak, terjadi golput, itu sangat bahaya. Pihak ketiga bisa manfaatkan. Kepentingan kita punya negara ini terancam. Kita harus bisa bersabar. Selesaikan 17 April dulu,” ujar Lennis di Kompleks Istana Presiden, Rabu (13/3).
Ia tak ingin, pengerahan 600 anggota aparat TNI ke Nduga untuk mengamankan pembangunan dan infrastruktur justru dapat menimbulkan konflik sehingga menyebabkan situasi selama penyelenggaraan pemilu tak kondusif. “Tapi sekarang kita perlu menahan, jangan sampai Pilpres gagal maksudnya di Kabupaten Nduga itu,” tambahnya.
Meskipun usulannya ini sudah dilaporkan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi), tetapi ia belum dapat memastikan apakah disetujui atau tidak. Lennis menyampaikan, kabar pengerahan 600 pasukan TNI ke Nduga tersebut justru membuat masyarakat sekitar ketakutan.
Bahkan, kata dia, tak sedikit masyarakat yang khawatir dan mengungsi ke Wamena dan Lanny Jaya. “Karena di media sudah disebar bahwa pasukan sudah turun ke sana. Orang ketakutan semua. Sekarang kita juga harus melayani pengungsi. Anak-anak di sana mau sekolah sekarang bagaimana. Ini yang harus kita pikirkan,” ucapnya.
Sebelumnya, sebanyak 600 prajurit TNI yang berasal dari Batalion 431 Kostrad Makassar dan Batalion Zipur 8 Makassar tiba di Pelabuhan Portsite Amamapare, Timika, Papua. Prajurit TNI tersebut dikerahkan untuk mengamankan lokasi pembangunan jalan dan jembatan proyek Trans Papua.