REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- BUMN reasuransi, Indonesia Re, mencatatkan, big loss klaim reasuransi mengalami peningkatan signifikan selama 2018. Hal ini umumnya disebabkan oleh banyaknya kejadian bencana alam dan kecelakaan transportasi publik, dan juga dampak dari melemahnya pertumbuhan premi.
Direktur Teknik Operasi Indonesia Re Kocu A Hutagalung menyampaikan frekuensi klaim dari gempa bumi Lombok mencapai 1.446 klaim dengan nilai mencapai Rp.600 miliar, sedangkan gempa bumi Palu mencapai 1.240 klaim dengan nilai mencapai Rp.1,07 triliun.
"Salah satu penyumbang klaim terbesar pada gempa bumi di Palu adalah kerusakan infrastruktur, salah satunya adalah pembangkit listrik dengan klaim mencapai Rp 881 miliar," ungkap Kocu di acara Indonesia Re Technical Director Gathering 2019 di Jakarta, Kamis (14/3).
Secara garis besar, hotel, pembangkit listrik, dan pusat perbelanjaan menjadi infrastruktur yang paling terdampak dari gempa di Lombok dan Palu, dengan tingkat besarnya kerugian (severity) masing-masing mencapai 60 persen, 50 persen, dan 20 persen. Selanjutnya, diikuti oleh instalasi telekomunikasi (15 persen) dan pekerjaan konstruksi (10 persen).
Selain dampak destruktif dari peristiwa katastropik, tahun 2018 juga diwarnai dengan besarnya klaim gangguan operasi bisnis (business intreruption). Hal ini memicu tingginya kerugian yang dialami tertanggung karena tertanggung dapat mengklaim kerugian akibat business interuption yang merupakan dampak dari kerusakan properti.
"Malah, saat ini klaim dari business interuption mendominasi mengingat pelaku usaha mengganggap bisnisnya lah yang lebih bernilai dibandingkan aset propertinya," tambah Kocu.
Meskipun demikian, lanjut Kocu, pihaknya telah mempersiapkan proteksi katastropik (cat cover) yang sangat besar yakni mencapai 400 juta dolar AS dan Underlying Retention mencapai 3 juta dolar AS untuk mengantisipasi terjadinya kepungan klaim akibat bencana alam.
"Ini komitmen kami untuk memberikan proteksi terbaik terhadap apa yang dititipkan oleh seluruh perusahaan asuransi kepada kami," ungkap Kocu.
Lebih jauh lagi, perusahaan pelat merah ini mencatat, klaim reasuransi umum selama 2018 didominasi oleh klaim kebakaran dengan total mencapai Rp 4,1 triliun dengan frekuensi mencapai 31 persen. Sementara itu, gempa bumi menghasilkan loss terbesar klaim bencana alam dengan total klaim mencapai Rp 1,67 triliun, namun dengan frekuensi yang cenderung kecil yakni hanya empat persen.
"Gempa menjadi penyumbang klaim bencana alam terbesar selama 2018 yakni sebesar 93 persen, diikuti oleh banjir dengan porsi hanya lima persen," tambah Portfolio Management & Claim Division Head Indonesia Re Amir Muda L Tobing.
Amir melanjutkan, tahun 2018 juga menjadi tahun dengan frekuensi klaim diatas Rp 250 miliar terbanyak yakni mencapai tiga klaim senilai Rp 926,3 miliar, berbanding jauh dengan tahun sebelumnya yang hanya menyentuh angka Rp 324,2 miliar dari dua klaim.
"Dengan banyaknya kejadian bencana alam, hal ini tentunya tidak bisa dihindari," ujar Amir.