REPUBLIKA.CO.ID, LEBANON -- Aktor dan sutradara Hollywood Ben Stiller pernah mengunjungi Lebanon utara pada awal Maret tahun lalu untuk bertemu dengan pengungsi Suriah. Mengingat pengalamannya saat berinteraksi dengan para pengungsi, hatinya bergetar.
Stiller melihat orang-orang di kamp pengungsian hidup dalam kegamangan. Dia pun menggunakan posisinya sebagai Duta Besar Kehormatan UNHCR untuk meminta pemerintah negaranya, AS dapat menerima lebih banyak pengungsi.
"Jangan menganggap mereka pengungsi sebagai musuh," ujar Stiller, kepada CBS News.
Stiller menceritakan pertemuannya dengan seorang ibu bernama Hanadi dan ketiga anaknya, Hassan, Mayed, dan Abed yang usianya berkisar antara dua hingga empat tahun. Mereka melarikan diri dari rumah mereka di kota Homs, Suriah pada 2016.
"Mereka jelas berjuang. Hanadi membesarkan anak-anaknya sendirian setelah suaminya kembali ke Suriah dan kemudian menghilang. Ini situasi yang sangat sulit," ungkapnya.
Stiller juga bertemu dengan keluarga pengungsi lain, termasuk anak kembar Yazan dan Razan yang berusia delapan tahun. Yazan menjual sayuran dengan gerobak di pinggir jalan. Orang tuanya melarikan diri dari penembakan di Damaskus pada tengah malam ketika dia baru berusia empat bulan.
"Ini adalah anak yang paling manis, paling bahagia. Kepolosan itu masih ada di sana, dan dia menafkahi keluarganya," kata Stiller.
Stiller melihat ada implikasi psikologis dan trauma yang akan bertahan lama. Ia menyatakan, sulit melihat anak-anak dalam situasi itu, di mana kepolosan mereka juga bisa hilang.
Seperti mayoritas anak-anak di kamp, Yazan tidak sekolah. Sebelum perang, ayah Yazan adalah seorang sopir taksi yang menyediakan kebutuhan keluarga, tetapi nasibnya menjadi begitu menyedihkan saat dia memutuskan menjual ginjalnya.
Banyak dari pengungsi itu, menurut Stiller, tidak tahu apakah mereka bisa selamat atau tidak untuk kembali ke rumah. Mereka harus menentukan sendiri.
Komisaris Tinggi Pengungsi (UNHCR) AS, Filippo Grandi, menyebut besarnya krisis kemanusiaan di Suriah cukup "mengejutkan." AS memperkirakan bahwa 2,6 juta anak telah terpaksa mengungsi dari rumah mereka, tetapi masih tinggal di dalam wilayah Suriah. Lantas, 2,5 juta lebih anak muda hidup sebagai pengungsi di luar negeri.
"Tantangannya adalah hanya untuk bertahan hidup," ujarnya.
Perang Suriah memasuki tahun ke-9. Ada tidak kurang 5,6 juta pengungsi yang telah melarikan diri dari konflik brutal itu. Jutaan manusia itu pun harus menghadapi masa depan yang belum jelas.