REPUBLIKA.CO.ID, AUCKLAND -- Warga Negara Indonesia (WNI) yang kini tinggal di Selandia Baru meningkatkan kewaspadaan menyusul aksi terorisme yang menyerang dua masjid di Kota Christchurh, Selandia Baru pada Jumat (15/3) siang. Para pelajar yang kini melanjutkan studi di Negeri Kiwi pun memilih berdiam di rumah demi mengikuti imbauan pemerintah Indonesia pascainsiden di Christchurh.
Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Auckland, Widiyanto Kurniawan, menyebutkan bahwa sekitar 200 pelajar di ibu kota Selandia Baru tersebut telah menerima imbauan KBRI di Wellington untuk meningkatkan kewaspadaan. Meskipun kondisi mulai stabil, Widi menyebutkan, para pelajar lebih memilih tidak melakukan aktivitas luar ruang.
PPI Auckland bahkan membatalkan acara silaturahim antarpelajar yang seharusnya digelar Sabtu (16/3) besok. Pembatalan acara, ujar Widi, dilakukan demi alasan keamanan sekaligus belasungkawa kepada korban.
"Kami dium dulu. Meskipun TKP jauh dari tempat tinggal. Sejauh ini kota-kota yang lain aman, meskipun kondisi mencekam. Tapi kita tetap diminta waspada," kata Widi di Auckland, Jumat (15/3).
Widi juga menambahkan, ada salah satu pelajar Indonesia yang lolos menjadi korban aksi terorisme di Christchurh. Salah satu pelajar Indonesia tersebut memilih beribadah shalat jumat di kampus, alih-alih di masjid yang akhirnya diserang pria bersenjata.
"Ada teman yang hampir jadi korban tapi untung Jumatan di kampus bukan di TKP," katanya.
Sebelumnya, setidaknya 49 orang telah tewas dalam serangan teroris di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru. Komisaris Polisi Selandia Baru Mike Bush mengatakan 41 orang tewas dalam penembakan di sebuah masjid di Deans Avenue di pusat Christchurch, dan 7 orang lainnya di masjid kedua di pinggiran Linwood yang berdekatan. Dari 40 orang yang dirawat di Rumah Sakit Christchurch, satu telah meninggal dunia.