REPUBLIKA.CO.ID, CHRISTCHURCH -- Seorang perempuan yang menjadi korban dalam serangan di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru, Yasmin Ali, mengaku khawatir terhadap keselamatannya di masa datang. Ia mengatakan sangat terkejut dengan apa yang terjadi di negara bagian selatan dunia tersebut, yang selama ini dikenal aman.
“Teman-teman, serta keluarga yang selama 19 tahun ini bersamaku harus kehilangan nyawa. Anda tak akan berpikir jika insiden ini dapat terjadi di Christchurch, di Selandia Baru, di mana terdapat komunitas kecil yang baik dan saling menyayangi,” ujar Yasmin dilansir TVNZ, Sabtu (16/3).
Yasmin mengatakan teman-teman dan keluarganya datang ke Christchurch untuk menyaksikan pertunangan dirinya. Namun, tidak disangka serangan brutal itu terjadi dan dalam sekejap membuat mereka tiada.
“Aku tidak mengerti mengapa seseorang dapat menyakiti kita seperti ini, apa kami melakukan kesalahan terhadap dia? Kami tidak melakukan kesalahan terhadapmu,” Yasmin menambahkan.
Yasmin kemudian mengaku mengkhawatirkan keselamatannya di masa mendatang dengan adanya kejadian ini. Ia sangat takut dapat merasa aman saat berjalan sendirian mengenakan jilbab, sesuatu yang jelas menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang Muslimah.
“Saya tidak tahu apakah saya bisa kembali merasa aman saat berjalan sendirian mengenakan jilbab. Saya tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya,” jelas Yasmin.
Penembakan di dua masjid di Christchurch, yaitu Masjid Al Noor dan Masjid Lindwood terjadi pada Jumat (15/3) kemarin. Sebanyak 49 orang dilaporkan tewas dan 42 lainnya terluka dan tengah mendapat perawatan di rumah sakit.
Penembakan massal selama ini hampir tak pernah terjadi di Selandia Baru. Terlebih, kejadian ini dipicu oleh kebencian dan terjadi di tempat ibadah. Pelaku yang diketahui bernama Brenton Tarran disebut terinspirasi oleh ekstrmisme dan ideologi sayap kanan yang kejam.