REPUBLIKA.CO.ID, CHRISTCHURCH -- Tersangka aksi terorisme terhadap dua masjid di Christchurch, Selandia Baru, ditangkap usai menjalankan aksi biadabnya, Jumat (15/3). Pemerintah Selandia Baru langsung menggelar persidangan terhadap tersangka Brenton Tarrant (28 tahun) pada Sabtu (16/3).
Dilansir dari Aljazira pada Sabtu (16/3), Tarrant tak menunjukkan penyesalan atas aksi yang menewaskan 49 orang itu. Tampil di persidangan, Tarrant malah menunjukkan seringai pada awak media.
Brenton Tarrant muncul di Pengadilan Distrik Christchurch, Selandia Baru. Dia didakwa melakukan pembunuhan terhadap komunitas Muslim. Dia dikirim ke Pengadilan Tinggi Kota Pulau Selatan untuk disidang pada 5 April mendatang. Tarrant muncul dengan tangan diborgol, tanpa sepatu, dan mengenakan kain putih. Dia tidak mengatakan sepatah kata pun.
Pengacaranya yang ditunjuk pengadilan tidak mengajukan permohonan untuk jaminan terhadap kliennya itu. Tarrant memasang simbol “oke” terbalik atau simbol yang digunakan oleh kelompok-kelompok kekuatan putih di seluruh dunia.
Jurnalis Aljazira, Andrew Thomas menggambarkan tersangka menatap tajam kepada kerumunan wartawan. “Dia datang ke pengadilan, dia tidak mengatakan apa-apa. Dia berdiri di sana menatap langsung ke media di ruang sidang dan menyeringai sepanjang penampilannya,” kata Thomas.
Hakim Paul Kellar mengizinkan awak media mengambil foto tersangka, tetapi menginstruksikan untuk mengaburkan wajah Tarrant. Alasannya, hal itu untuk menjaga hak-hak atas persidangan yang adil.
Dua tersangka lainnya masih ditahan aparat. Saat ini, kepolisian masih menyelidiki peran terduga pelaku terorisme lainnya. Tak satu pun dari terduga pelaku aksi terorisme itu yang memiliki riwayat kriminal atau dalam daftar pantauan di Selandia Baru atau Australia.
Aksi terorisme di dua masjid yang menewaskan 49 orang menjadi aksi penembakan paling mematikan dalam sejarah Selandia Baru. Pemakaman akan digelar pada Sabtu (16/3) untuk para korban.
Staf medis mengatakan, saat ini sebanyak 39 orang terluka tengah dirawat di rumah sakit. Sebanyak 11 orang dalam kondisi kritis, termasuk seorang gadis berusia empat tahun. Para korban berasal dari seluruh dunia Muslim termasuk Arab Saudi, Turki, Yordania, Bangladesh, Indonesia, dan Malaysia.