REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Industri hiburan di Korea Selatan (Korsel) bukanlah sektor yang dipandang sebelah mata oleh pemerintah setempat. Melambungnya nama-nama artis Korsel di tingkat dunia berimbas pada terdongkraknya perekonomian negara tersebut. Akan tetapi wajah dunia hiburan Korsel harus tercoreng tatkala Seungri, seorang personil Big Bang, ketahuan menyediakan layanan prostitusi untuk melicinkan bisnis-bisnisnya.
Seungri tak sendiri. Selain dia masih ada nama-nama lain seperti Lee Jonghyun dari CNBlue dan Jung Joon-young yang ikut terseret pusaran kasus pelecehan seksual. Skandal itu mencemari pesona glamor yang menguntungkan di sekitar Hallyu alias gelombang Korea, yang telah memicu perkembangan industri hiburan di Korea Selatan.
Bloomberg melaporkan nilai saham Amorepacific Corp. yang mempekerjakan selebritas Hallyu teratas untuk promosi kosmetiknya naik sekitar 50 kali lipat sejak 2000. Industri pariwisata negara ini juga mendapat manfaat dari perhatian di sekitar band-band itu dengan jumlah pengunjung asing meningkat hampir 190 persen sejak tahun yang sama. Analis mengatakan gelombang Korea memiliki manfaat langsung untuk pariwisata.
Maka tak heran menyikapi skandal tersebut Perdana Menteri Korsel Lee Nak-yon ikut angkat bicara. Ia memerintahkan polisi untuk mengecek klub-klub Gangnam dan mendesak penyelidikan sampai ke akar-akarnya demi menegakkan keadilan.
Daya tarik soft-power industri musik jelas telah meningkatkan merk bangsa. K-Pop adalah kata yang paling terkait dengan Korea Selatan tahun lalu, di depan Korea Utara, menurut laporan dari Korea Creative Content Agency yang berafiliasi dengan pemerintah. Sebuah kota di luar Seoul merencanakan taman hiburan yang didedikasikan untuk K-Pop, opera sabun Korea, dan konten lainnya untuk menarik pengunjung asing.
Berkat popularitasnya di luar Seoul, Seungri memiliki hubungan dengan investor asing dan meluncurkan berbagai bisnis. Termasuk di dalamnya waralaba ramen dan bar sampanye kelas atas di Gangnam, menurut laporan media setempat. Dengan banyak agensi yang mengeluarkan band-band pria dan wanita, banyak penghibur Korea Selatan yang beruntung.
Mereka menikmati lebih dari sekadar kesuksesan besar dan memanfaatkan ketenaran mereka untuk menjaga uang mengalir lama setelah mereka dilupakan. Beberapa masalah yang dihadapi ketika karier keartisan mulai meredup adalah tunggakan membayar tanah dan setumpuk tagihan lain yang gagal dilunasi.
"Skandal itu adalah pil pahit untuk industri yang telah tumbuh lebih cepat daripada yang bisa dihadapi dan membutuhkan pelajaran," kata Kim yang menjadi pengajar budaya di Universitas Hanyang Seoul.
Akan tetapi sepak terjang Seungri dan kawan-kawan nyatanya lebih dari sekadar hitungan angka dan pertaruhan citra bangsa. Ratusan pengunjuk rasa berkumpul di depan dua klub Gangnam yang terikat dengan Seungri awal bulan ini. Para pengunjuk rasa menuntut berakhirnya apa yang mereka sebut budaya gigih yang merendahkan wanita sebagai objek seksual.
"Industri di Korea, seperti halnya di tempat lain, adalah klub anak laki-laki," kata Jang Yun-mi, juru bicara Asosiasi Pengacara Wanita Korea yang berbasis di Seoul dilansir Bloomberg. "Selebritas ini adalah laki-laki di industri hiburan patriarkal dan mereka lolos dengan banyak ketika itu adalah kejahatan seksual yang serius," imbuhnya.