REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Neraca perdagangan industri furnitur dan kerajinan mengalami surplus pada Januari 2019 dengan nilai ekspor sebesar 113,36 juta dolar AS atau naik 8,2 persen dibanding Desember 2018. Sepanjang tahun lalu, nilai ekspor furnitur nasional menembus 1,69 dolar AS atau naik empat persen dari capaian tahun 2017. Ketersediaan bahan baku menjadi salah satu faktor kinerja industri tersebut surplus.
Kekuatan ketersediaan sumber daya alam, sumber daya manusia (SDM) yang terampil, serta keragaman corak dan budaya lokal dinilai mampu menopang sektor industri tersebut. Pemerintah mengklaim industri furnitur dan kerajinan dapat menjamah pasar internasional sebab memanfaatkan kekuatan tersebut.
“Industri furnitur dan kerajinan Indonesia memiliki kualitas yang baik dengan desain yang sangat menarik. Kemajuan ini didukung oleh seluruh pihak dari hulu ke hilir,” kata Direktur Jenderal Industri, Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Gati Wibawaningsih dalam keterangan pers, Ahad (17/3).
Dia menjelaskan, nilai ekspor produk kriya nasional pada Januari hingga November 2018 mencapai 823 juta dolar AS, atau naik tipis dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar 820 juta dolar AS. Menurutnya, industri kerajinan jumlahnya cukup banyak, yakni lebih dari 700 ribu unit usaha dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 1,32 juta orang.
Gati berharap, sektor industri kecil dan menengah (IKM) yang menjadi produsen furnitur dan kerajinan dapat menjaga kualitas bahan baku dan produknya melalui inovasi-inovasi terbaru. Dia menilai, potensi pengembangan industri furnitur dan kerajinan di dalam negeri didukung oleh bahan baku yang tersedia.
“Sebagai negara penghasil 80 persen bahan baku rotan dunia, industri furnitur ini dapat dikembangkan lebih pesat. Terdapat beberapa daerah penghasil rotan, terutama Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera,” kata Gati.
Dia menambahkan, Indonesia memiliki keragaman jenis rotan dengan 312 spesies rotan yang tersedia. Potensi lahan hutan di Indonesia pun, kata dia, masih sangat luas dengan total 120,6 juta hektare yang terdiri dari hutan produksi seluas 12,8 juta hektare.
Dengan tersedianya bahan baku yang melimpah, Gati menyatakan perlu bagi sektor industri dan kerajinan untuk memanfaatkan teknologi terkini melalui penggunaan teknologi digital. Dia mencontohkan, pemerintah telah mengupayakan langkah tersebut pada pendaftaran pameran Jogja International Furniture and Craft Fair Indonesia (Jiffina) 2019.
Gati menambahkan, Jiffina merupakan pameran keempat terbesar yang masuk ke dalam lingkaran pameran furnitur di Asia. Hal ini, kata dia, menandakan bahwa pasar furnitur Indonesia sangat menarik bagi konsumen dunia.
“Antusiasme buyer untuk mencari furnitur terbaik kita terus meningkat dari tahun ke tahun," terangnya.
Untuk itu, pihaknya berkomitmen terus memfasilitasi keikutsertaan sejumlah IKM furntur dan kerajinan dalam negeri untuk bisa tampil di Jiffina selaku ajang pameran berskala internasional. Upaya tersebut diharapkan dapat memacu pengembangan dan kemudahan akses pasar IKM nasional ke kancah global.