Senin 18 Mar 2019 13:08 WIB

MTP Ajak Warga Desa Adat Citorek Antisipasi Pornografi

Setidaknya ada tiga hal yang harus diperhatikan keluarga menyangkut pornografi.

Ketua Umum Perhimpunan MTP, Azimah Subagijo, mengajak masyarakat Desa Adat Citorek mengantisipasi bahaya pornografi, Sabtu (16/2).
Foto: Foto: Istimewa
Ketua Umum Perhimpunan MTP, Azimah Subagijo, mengajak masyarakat Desa Adat Citorek mengantisipasi bahaya pornografi, Sabtu (16/2).

REPUBLIKA.CO.ID, BANTEN -- Penyebaran teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di Tanah Air, semakin merata. Tidak hanya di kota-kota besar, namun masyarakat yang tinggal di pelosok atau jauh dari ibu kota provinsi juga sudah dapat menikmati TIK ini. Termasuk di Kasepuhan Desa Adat Citorek, Lebak, Banten. Desa yang berjarak sekitar 140 kilometer dari Jakarta ini, sudah sejak 2015, masyarakatnya dapat menikmati kemudahan informasi dan komunikasi dengan menggunakan jaringan internet. 

Untuk itu, Perhimpunan Masyarakat Tolak Pornografi (MTP) merasa perlu melakukan penyuluhan penyadaran bahaya pornografi untuk mengantisipasi dampak buruk dari media, khususnya pornografi. Kegiatan penyuluhan yang diselenggarakan pada Sabtu (16/3) ini, dihadiri sekitar 50 orang yang terdiri dari ibu-ibu, bapak-bapak, pemuda dan pemudi, serta beberapa orang anak-anak yang hadir karena diajak oleh orangtuanya. 

Ketua Umum Perhimpunan MTP, Azimah Subagijo, yang hadir sebagai narasumber dalam kegiatan tersebut menyatakan, media yang berbasis internet memang harus diwaspadai keberadaannya. Meskipun media ini dapat membantu memudahkan memperoleh informasi dan berkomunikasi dengan orang lain, namun jika disalahgunakan bisa membuat celaka.

“Berdasarkan penelitian, anak-anak dan remaja di Indonesia menggunakan telepon pintar terbanyak untuk media sosial seperti facebook, instagram, dan youtube. Kondisi ini sangat riskan bila mereka kemudian berteman dengan orang yang tidak mereka kenal di dunia maya karena besar kemungkinan mereka menjadi mangsa dari predator anak atau dipengaruhi muatan buruk seperti pornografi," ujar Azimah kepada Republika.co.id. 

photo
MTP mengajak masyarakat Desa Adat Citorek mengantisipasi bahaya pornografi.

Lebih jauh Azimah menceritakan fakta bahwa pada saat internet pertama kali masuk ke Kupang, NTT, ada seorang anak remaja yang memulainya dengan membuat akun facebook. Ia kemudian berkenalan dengan seorang pemuda yang berasal dari Jakarta.

Selang beberapa waktu kemudian, sang pemuda memintanya untuk bertemu di Jakarta sambil berpesan jangan bilang pada siapa-siapa. Sang anak asal Kupang ini pun berangkat ke Jakarta. Tapi ternyata, yang ia temui adalah seorang kakek tua yang kemudian menyekapnya selama 2 (dua) bulan. Sebelum akhirnya dia dapat meloloskan diri dan lapor ke polisi.

“Data yang dicantumkan oleh seseorang di akun media sosial belum tentu benar. Untuk itu, kita harus waspada serta jangan pernah mau memenuhi undangan bertemu langsung, karena bisa jadi jebakan," ucap Azimah.

Selain itu, Azimah juga mengingatkan untuk membiasakan diri berbusana yang pantas saat offline maupun online. Hal ini mengingat, apapun yang diposting di dunia maya, akan bisa dilihat oleh seluruh orang di dunia, dan tidak akan pernah bisa dihapus.

Meskipun saat ini sudah ada kemudahan untuk dapat menghapus postingan di media sosial, namun kita tidak pernah tahu saat kita mem-posting gambar kita, berapa banyak orang di seluruh dunia ini yang telah mengcopy atau menyebarkan ulang, atau menyimpan gambar kita sebelum kita menghapusnya.

“Dan kalau ternyata gambar yang kita posting tersebut bermuatan pornografi, tentu lebih besar lagi dampaknya, yaitu dapat membuat malu bukan hanya diri kita sendiri, tapi keluarga kita, dan juga potensial menghancurkan masa depan kita,” ujar Azimah.

Untuk itu, anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) periode 2010-2016 ini, mengajak masyarakat adat Citorek yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani ini, untuk bijak menggunakan media khususnya yang berbasis internet. Hal ini  terutama agar dapat mengantisipasinya dari muatan buruk seperti pornografi. 

Mengingat pornografi, menurut Azimah, setidaknya berbahaya karena tiga hal. Yaitu, karena pornografi menggunakan media sehingga mudah tersebar di masyarakat; merusak institusi keluarga sehingga banyak orang bercerai, selingkuh atau seks bebas, dan membuat orang menjadi kecanduan hingga merusak perilakunya.

“Mumpung di Desa Citorek ini pegguna internet belum banyak, sebaiknya kita membiasakan diri dan keluarga untuk menggunakannya hanya untuk yang penting dan bermanfaat,” tuturnya. 

Selain di Desa Adat Citorek Perhimpunan MTP pada tahun 2019 ini juga berencana mengajak institusi swasta dan pemerintah untuk bersama-sama mengadakan penyuluhan bahaya pornografi dan literasi media di desa-desa adat lainnya dan/atau tempat-tempat yang letaknya jauh di pelosok negeri. Melalui kegiatan ini, MTP berharap dampak media khususnya pornografi dapat diantisipasi sehingga korban tidak terus bertambah terutama dari kalangan anak-anak dan remaja.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement