REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) meminta bantuan Cina untuk mendesak Korea Utara (Korut) melanjutkan pembicaraan menyoal denuklirisasi di Semenanjung Korea. Hal itu menyusul keenganan Korut kembali ke meja perundingan membicarakan denuklirisasi.
Muncul dalam wawancara radio, Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton meminta Cina, sekutu utama dan mitra dagang Korut, untuk membantu mengembalikan pembicaraan ke jalur yang benar, yakni denuklirisasi penuh.
"Gagasan bahwa ada peran bagi Cina dalam negosiasi adalah sesuatu yang kami bersedia pertimbangkan jika kami bisa melihat beberapa gerakan pada pihak Korut," kata Bolton seperti dilansir Anadolu Agency, Senin (18/3).
Menurut Bolton, pemimpin tertinggi Korut Kim Jong-un tidak menginginkan pengambilan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai kesepakatan nuklir dengan AS.
"Korut sayangnya tidak mau melakukan apa yang perlu mereka lakukan. Baru tadi malam, mereka mengeluarkan pernyataan tidak membantu bahwa mereka berpikir untuk kembali ke pengujian rudal balistik nuklir dan yang tidak akan menjadi ide yang baik di pihak mereka," ujar Bolton.
Sebelumnya, Wakil Menteri Luar Negeri Korut Choe Son mengatakan, bahwa Kim diprediksi akan mempertimbangkan kembali pembicaraan denuklirisasi dengan AS. "Kami tidak berniat untuk memenuhi tuntutan AS dalam bentuk apa pun, kami juga tidak mau terlibat dalam negosiasi semacam ini," kata Choe Son kepada diplomat dan wartawan asing di Pyongyang.
"Presiden Trump ingin ancaman ini diselesaikan melalui negosiasi. Dia ingin Korea Utara bebas dari senjata nuklir," Bolton menanggapi.
AS dan Korut kembali gagal mencapai kesepakatan soal denuklirisasi, bahkan setelah para pemimpin kedua negara bertemu untuk yang kedua kalinya sejak Juni 2018. Bulan lalu, Trump dan Kim secara tak terduga melakukan pertemuan puncak mereka di Hanoi, Vietnam.
Setelah keluar dari Hanoi, Trump mengatakan bahwa dia tidak bisa menyetujui permintaan Korut untuk pencabutan sanksi. Sementara, Korut bertentangan dengan Trump yang mengatakan bahwa Pyongyang hanya menuntut pencabutan sebagian sanksi.