REPUBLIKA.CO.ID, MAPUTO -- Presiden Mozambik Filipe Nyusi menyebut, jumlah korban jiwa akibat Topan Idai bisa mencapai 1.000 orang. Topan Idai melanda kota Beira, Mozambik dan meninggalkan kerusakan yang cukup parah.
"Untuk saat ini kami telah mendata 84 korban meninggal dunia secara resmi, tetapi saat kami terbang ke kawasan itu pagi ini untuk memahami yang terjadi, ada indikasi bahwa kemungkinan korban jiwa dapat bertambah lebih dari 1.000 orang," ujar Nyusi dilansir Aljazirah, Selasa (18/3).
Topan Idai telah memporak-porandakan Mozambik, Zimbabwe, dan Malawi. Topan tersebut disertai dengan banjir bandang dan angin kencang yang mengancurkan sejumlah bangunan. Sejauh ini, total korban jiwa akibat badai tersebut mencapai 215 orang. Sementara, ratusan orang hilang dan lebih dari 1,5 juta orang terkena dampak bencana tersebut.
International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies (IFRC) mencatat, sebagian besar korban jiwa di ozambik terjadi di pusat kota pelabuhan Beira. Sekitar 90 persen bangunan di kota tersebut hancur tersapu topan.
"Skala kerusakan yang disebabkan oleh Topan Idai yang melanda kota Beira di Mozambik sangat besar dan mengerikan," ujar Jamie LeSueur dari IFRC.
LeSueur mengatakan, hampir semua infrastruktur hancur. Jalur komunikasi terputus sepenuhnya dan jalan hancur. Sedangkan beberapa komunitas yang terkena dampak tidak dapat diakses. Sebuah bendungan besar rubuh pada Ahad lalu, dan memotong jalan terakhir ke Beira.
Manajer Komunikasi Wilayah Afrika IFRC Euloge Ishimwe mengatakan, tempat-tempat pengungsian membutuhkan bantuan mendesak. Bantuan tersebut mencakup perawatan kesehatan, pasokan air bersih, dan sanitasi.
"Para sukarelawan Palang Merah Mozambik sudah berada di lapangan bersama tim internasional IFRC," kata Ishimwe.
Distrik Chimanimani di timur menjadi wilayah yang paling parah terdampak badai. Daerah yang paling terdampak kini masih belum dapat dijangkau karena akses yang tertutup. Sementara kabut tebal dan angin kencang telah menghambat proses evakuasi menggunakan helikopter militer.
Sebagain besar warga Chimanimani memilih untuk mengungsi di tempat yang lebih tinggi, karena rumah mereka telah rata dengan tanah. Selain itu, hujan lebat dan angin telah memutus saluran listrik, jembatan, dan komunikasi. Badan kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencatat, sekitar 5,3 juta orang membutuhkan bantuan makanan akibat bencana topa tersebut.