REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Turki dan Iran telah melakukan operasi militer gabungan yang menargetkan Partai Pekerja Kurdistan (PKK). Operasi ini dilakukan tepatnya di wilayah perbatasan timur Turki.
“Pada pukul 08.00 pagi ini, kami memulai operasi militer bersama Iran yang ditujukan terhadap PKK di wilayah perbatasan timur negara kami,” ujar Menteri Dalam Negeri Turki, Suleyman Soylu dilansir Aljazirah, Selasa (19/3).
Soylu mengatakan hasil dari operasi militer tersebut akan diumumkan segera. Meski demikian, ia tak memberikan keterangan lebih lanjut.
Kantor berita resmi Iran IRNA melaporkan pasukan militer Iran tidak terlibat dalam operasi itu. Keterangan ini didapatkan dari seorang sumber anonim militer negara itu.
Selama ini, PKK dianggap sebagai pemberontak yang melawan Ankara dan juga sebagai kelompok teroris oleh Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa. Selama tiga dekade, upaya untuk melumpuhkan PKK telah dilakukan dengan gencar oleh Pemerintah Turki dan dengan banyaknya pertempuran yang terjadi, lebih dari 40 ribu orang tewas.
Perundingan damai antara Pemerintah Turki dan PKK telah runtuh pada 2015. Hal ini kemudian memunculkan konflik yang lebih serius dan membuat militer Turki meningkatkan serangan, baik melalui udara dan darat yang menargetkan kelompok tersebut.
Turki juga telah memandang Unit Perlindungan Rakyat (YPG) dan sayap militer PYD sebagai cabang PKK di Suriah. Kemudian, di Iran terdapat Partai Kurdistan Free Life Party (PJAK) yang juga berperang dengan Teheran sejak 2004.
Seorang analis Timur Tengah di Dewan Urusan Internasional Rusia Alexey Khlebnikov mengatakan jika Turki dan Iran bekerja sama melawan Kurdi, maka hal itu bisa memiliki implikasi yang lebih luas di kawasan tersebut. Ia menilai ini sebagai peringatan bagi Kurdi di Suriah dan AS.
“Kerja sama militer Ankara dan Teheran mungkin bisa diperluas ke Suriah,” ujar Khlebnikov.
Kemudian seorang pengamat di London, Inggris, Ziya Meral juga mengatakan operasi militer antara Turki dan Iran harus dilihat dengan hati-hati. Ia menilai banyak warga Turki yang berpikir Iran terlibat dengan PKK.
"Banyak orang di Ankara masih berpikir Iran terlibat dengan PKK dan memungkinkannya sementara juga ingin menahan PJAK yang berafiliasi dengan Iran," ujar Meral.
Sementara itu. dengan tidak adanya perincian lebih lanjut tentang dugaan operasi militer bersama Turki - Iran, Paul Levin, direktur Institut Universitas Swedia untuk Studi Turki, mengatakan hal ini dapat menjadi suatu kebetulan. Ia juga melihat hal ini sebagai konflik yang telah terjadi selama bertahun-tahun.
"Semuanya bisa merupakan kebetulan atau ini hanya lebih dari konflik intensitas rendah yang sama yang telah kita lihat selama bertahun-tahun," jelas Levin.