Selasa 19 Mar 2019 13:02 WIB

Menko Darmin: Serapan Bulog Minim Karena Harga Gabah Tinggi

Cadangan beras pemerintah yang ada di gudang Bulog saat ini mencapai 1,8 juta ton.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Ilustrasi gudang beras Bulog
Ilustrasi gudang beras Bulog

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, serapan beras petani yang masih minim oleh Perum Bulog tidak sepatutnya menjadi masalah besar. Poin lebih penting adalah harga beras dalam mekanisme pasar sesuai dengan kemampuan petani maupun konsumen.

Menurut Darmin, penyebab utama serapan beras Bulog yang masih minim adalah tingginya harga gabah di tingkat petani. Akibatnya, target pemerintah untuk menyerap produksi petani 1,5 juta ton hingga pertengahan tahun sulit tercapai.

Baca Juga

"Tapi, kalau harga lagi bagus di market, ya, biarkan saja. Kenapa Bulog harus maksa masuk?" katanya saat ditemui di kantornya, Senin (18/3).

Saat ini, harga gabah di tingkat petani masih berada di kisaran Rp 4.200 hingga Rp 5.000 per kilogram. Harga tersebut masih berada di atas batas harga pokok penjualan (HPP), yakni Rp 3.700 per kilogram (kg) dengan batas fleksibilitas mencapai 10 persen dari HPP, yaitu sebesar Rp 4.070 per kg.

Darmin mengatakan, apabila harga di tingkat petani sudah masuk dalam HPP, Bulog pasti akan membelinya dalam jumlah lebih banyak. Hal ini sesuai dengan fungsi Bulog untuk menjaga agar harga yang diterima petani tidak terlalu jatuh akibat menumpuknya pasokan pada masa panen.

Selain itu, Darmin menambahkan, Bulog juga tidak harus memenuhi target penyerapan beras dalam negeri. Sebab, cadangan beras pemerintah (CBP) yang ada di gudang Bulog masih mencukupi kebutuhan masyarakat. "Masih 1,8 juta ton, itu dari ex-impor tahun lalu," ujarnya.

Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi Saleh mengatakan, pihaknya sudah melakukan pengadaan beras dari dalam negeri sekitar 24 ribu ton. Sementara itu, menurut catatan Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementan, tingkat penyerapan sepanjang tiga bulan ini adalah 20 ribu ton.

Total tersebut hanya sekitar 2 persen dari target yang ditetapkan pemerintah melalui rapat koordinasi terbatas di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, yaitu 1,5 juta ton sampai pertengahan tahun.

Tri mengatakan, kinerja serapan yang masih rendah tersebut karena tingginya harga gabah di tingkat petani sehingga Bulog sulit untuk membelinya. "Kemarin kan harga masih Rp 5.100 (per kilogram), tapi sudah mulai turun," tuturnya.

Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras Oleh Pemerintah, perseroan hanya dapat menyerap gabah dengan harga Rp 3.700 per kilogram. Maksimal fleksibilitasnya adalah 10 persen, yaitu Rp 4.070 per kilogram.

Namun, Tri optimistis, Bulog akan dapat melakukan penyerapan secara lebih maksimal setelah ini. Sebab, pada April, harga gabah diprediksi akan semakin turun, seiring dengan mendekati puncak musim panen raya. "Di Banyumas, Cilacap dan Sulawesi Selatan sudah panen," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement