REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) dan Federal Aviation Administration (FAA) telah membuka penyelidikan terhadap pengembangan pesawat Boeing 737 MAX. Hal itu dilakukan setelah jenis pesawat tersebut mengalami dua kali kecelakaan dalam kurun lima bulan terakhir.
Dilaporkan laman the Guardian, Senin (18/3), dalam penyelidikannya jaksa dari Departemen Kehakiman AS akan fokus pada kecelakaan pesawat Lion Air JT610 yang terjadi Oktober tahun lalu. Lion Air JT610 diketahui menggunakan jenis pesawat Boeing 737 MAX 8. Penyelidikan mencakup peran automatic anti-stall safety system.
Sejauh ini, meskipun terdapat kemiripan, jaksa AS belum akan menyelidiki jatuhnya pesawat Ethiopian Airlines. Boeing telah mengumumkan bahwa pihaknya akan bekerja sama dengan FAA untuk memperbarui perangkat lunak terkait dengan sistem manuvering characteristic augmentation system (MCAS). Hal itu diduga menjadi penyebab jatuhnya pesawat 737 MAX 8.
Sejumlah negara seperti Kanada, Selendia Baru, Turki, Jerman, Malaysia, termasuk Indonesia, telah menangguhkan pengoperasian pesawat Boieng 737 MAX 8 setelah terjadinya kecelakaan di Indonesia dan Ethiopia. Kecelakaan pertama terjadi pada Oktober tahun lalu. Kala itu pesawat Boeing 737 MAX 8 milik Lion Air jatuh ke laut tak lama setelah lepas landas. Insiden tersebut menewaskan 189 orang.
Kemudian pada 10 Maret lalu, Boeing 737 MAX 8 milik Ethiopian Airlines kembali mengalami kecelakaan. Sebanyak 157 orang tewas dalam kejadian nahas tersebut.
Secara kronologis, peristiwa jatuhnya kedua pesawat itu memiliki kemiripan. Mereka jatuh tak lama setelah lepas landas dari bandara. Namun, penyelidikan masih dilakukan guna memastikan apa penyebab jatuhnya pesawat Ethiopian Airlines.