REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Komisaris Jenderal Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) Pierre Krahenbuhl berharap negara-negara donor mempertahankan bantuannya untuk UNRWA. Sebab tahun ini, UNRWA telah sepenuhnya kehilangan kontribusi dari pendonor terbesarnya, yakni Amerika Serikat (AS).
Dia mengatakan, UNRWA mengalami krisis keuangan hebat tahun lalu karena AS memutuskan menghentikan bantuannya. "Tahun lalu kami mengalami krisis yang luar biasa dan respons yang luar biasa," ujar Krahenbuhl dalam sebuah wawancara dengan the Associated Press.
Respons luar biasa yang dimaksud Krahenbuhl adalah bantuan dari berbagai negara setelah AS memutuskan menghentikan pendanaannya terhadap UNRWA. Dia sangat berterima kasih karena berkat bantuan mereka UNRWA dapat mempertahankan layanan dan bantuannya untuk jutaan pengungsi Palestina. "Negara-negara yang mendukung kami tahun lalu, saya katakan sangat bangga berkontribusi dalam solusi ini," kata Krahenbuhl.
Terdapat setidaknya 40 negara dan institusi yang menyokong krisis keuangan UNRWA setelah ditinggal AS, antara lain Jepang, Inggris, Swedia, Jerman, Kanada, Australia. Qatar, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Kuwait, yang masing-masing menyumbang 50 juta dolar AS. Uni Eropa pun memberi bantuan yang signifikan.
Krahenbuhl berharap negara-negara yang telah membantu UNRWA pada 2018, akan mempertahankan kontribusinya tahun ini. "Permintaan kami yang rendah hati kepada semua donor adalah, tolong jaga tingkat pendanaan Anda pada tingkat yang sama dengan 2018," ucapnya.
Tahun ini, UNRWA mengadopsi anggaran senilai 1,2 miliar dolar AS. Hingga saat ini, UNRWA telah menerima bantuan sebesar 245 juta dolar AS. Ia masih mengharapkan bantuan lebih dari 100 juta dolar AS, yang berarti keuangan mereka harus baik sampai sekitar bulan Mei. "Tapi sejak saat itu kita akan mulai mencapai beberapa titik kritis," kata Krahenbuhl.
Dia mengungkapkan, dalam dua atau tiga bulan mendatang, UNRWA akan menggelar beberapa acara untuk memobilisasi komunitas donor. Kemudian, UNRWA berkomitmen melakukan penghematan biaya internal guna mengganti uang sebesar 60 juta dolar AS yang tahun ini tak diberikan Washington. Sebelum memutuskan menghentikan pendanaannya terhadap UNRWA, AS memang sempat menyumbangkan dana sebesar 60 juta dolar AS.
"Itu akan menyakitkan, tapi di situlah kita merasakan tanggung jawab keuangan kita, sehingga kita menjaga kepercayaan yang dihasilkan oleh tingkat donor," ujar Krahenbuhl mencatat bahwa UNRWA melakukan penghematan sebesar 92 juta dolar AS tahun lalu.
Dia mengatakan melanjutkan dan mempertahankan bantuan untuk jutaan pengungsi Palestina yang tersebar di beberapa negara Timur Tengah, seperti Suriah, Lebanon, Yordania, termasuk Jalur Gaza dan Tepi Barat, adalah kepentingan semua pihak, terutama dalam menciptakan stabilitas. Jika bantuan untuk pengungsi Palestina di Jalur Gaza dihentikan, misalnya, hal itu berpotensi memicu konflik atau peperangan karena mereka memiliki alasan yang kuat untuk melakukan hal tersebut.
UNRWA didirikan pada 1949, tepatnya setelah 700 ribu warga Palestina diusir paksa menjelang pembentukan negara Israel. Hingga kini, UNRWA harus mempertahankan layanan dan bantuannya untuk sekitar 5 juta pengungsi Palestina.
UNRWA nyaris menghentikan layanannya setelah AS memutuskan menghentikan pendanaannya tahun lalu. AS merupakan penyandang dana terbesar bagi UNRWA dengan kontribusi rata-rata mencapai 300 juta dolar per tahun.
Keputusan AS menyetop kontribusinya terhadap UNRWA dianggap sebagai upaya untuk menarik kembali Palestina ke perundingan damai dengan Israel. Sejak AS mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, Palestina memutuskan mundur dari perundingan yang dimediasi AS. Palestina menilai AS tidak menjadi mediator netral karena terbukti melayani kepentingan politik Israel.