Selasa 19 Mar 2019 14:54 WIB

Ucapan Selamat Tinggal Korban Penembakan di Selandia Baru

Korban penembakan di Selandia Baru bercanda yang seperti ucapan selamat tinggal.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Nur Aini
 Seorang warga mengambil gambar lilin untuk mengenang korban penembakan di luar Masjid Al Noor di Christchurch, Selandia Baru, Senin (18/3/2019).
Foto: AP/Vincent Thian
Seorang warga mengambil gambar lilin untuk mengenang korban penembakan di luar Masjid Al Noor di Christchurch, Selandia Baru, Senin (18/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Sebelum menjadi korban penembakan di masjid, Hussein al-Umari bercanda dengan adiknya, Aya al-Umari, seperti yang sering dilakukan seorang kakak terhadap adiknya. Aya al-Umari percaya saat itu merupakan cara kakaknya mengucapkan selamat tinggal padanya.

Pada Kamis malam sebelum penembakan massal terjadi, Hussein bergabung dengan saudaranya Aya dan orang tua mereka untuk makan malam. Pria berusia 35 tahun itu terpaku pada baju baru Aya.

Baca Juga

Itu hanya t-shirt sederhana berwarna krem, dengan tulisan simpel di depannya. Tiga kata tertulis yakni, "See You Bye".

Setiap kali Aya melewati kakaknya, ia berkata, "Hei, itu atasan yang bagus," kata Hussein.

Namun apakah dia serius, atau hanya mengolok-oloknya? Aya pun tidak mengetahuinya. Setelah komentar kelima, dia mulai mengabaikannya. Seperti kebanyakan saudara besar, dia terkadang menjadi pengganggu adiknya.

Hussein selalu senang menggoda Aya. Sebelumnya saat masih anak-anak, mereka mengunjungi Malaysia, ia juga pernah ditipu oleh kakaknya.

Ia memberinya permen yang dia yakinkan pada Aya halus dan manis. Namun saat dia memasukkannya ke dalam mulutnya, Aya dengan cepat menyadari bahwa kakaknya telah menipunya. Itu adalah permen popping, yang langsung mulai mendesis dan menyulut lidahnya.

Ketika Hussein meninggalkan rumahnya pada Kamis malam, Aya tengah sibuk. Bahkan Aya tidak memilki kesempatan untuk memeluknya atau mengucapkan salam.

Hari berikutnya adalah mimpi buruk bagi keluarga mereka. Hussein, yang bekerja di industri pariwisata, dapat membuatnya bebas untuk menghadiri shalat Jumat di masjid Al Noor. Ia menjadi salah satu dari 50 orang yang hidupnya tak tertolong dari aksi terorisme tersebut.

Pada Jumat malam, Aya kembali ke rumah dan melihat baju itu tergeletak di atas kursi. Dia melihat kata-kata, "Sampai jumpa". Kemudian ia memikirkan Hussein, mungkin dia punya firasat. Saat ini secara bergantian, perasaanya bercampur antara tawa dan air mata ketika Aya mengenang kakaknya.

Pada Senin, dia bertanya-tanya di mana Hussein berada. Seperti kebanyakan keluarga yang kehilangan orang yang dicintai dalam serangan itu, Aya masih menunggu jasad kakaknya dikirimkan ke keluarga.

"Sangat meresahkan tidak tahu apa yang sedang terjadi. Jika Anda memberi tahu saya, apakah dia masih di masjid? Apakah dia di lemari es? Di mana dia?" kata Aya.

"Saya mengerti polisi perlu melakukan pekerjaan mereka karena itu adalah tempat kejadian kejahatan, tetapi Anda perlu berkomunikasi dengan keluarga," kata Aya.

Keduanya pindah dari Abu Dhabi ke Christchurch pada 1997. Mereka telah menetap dengan nyaman di kehidupan baru mereka di negara hijau yang damai.

Hussein, seorang penggemar olahraga, senang berjalan-jalan. Dia juga suka bepergian, paling baru ke kota Nelson, Pulau Selatan di tepi laut. Ketika Aya teringat Hussein, dia membayangkannya dengan tangan terbuka lebar, siap untuk memeluknya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement