REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam tulisan sebelumnya, telah dijelaskan kitab pertama yang diulas dalam kesempatan ini, yaitu Sahih Bukhari.
Berikutnya adalah Sahih Muslim, yang juga dikenal luas oleh kaum Muslimin.
Dua kitab itu merupakan adikarya yang sangat membantu umat Islam dan kemanusiaan umumnya dalam mengenal ajaran Nabi Muhammad SAW.
Shahih Muslim
Shahih Muslim berada setingkat di bawah Shahih Bukhari. Penyusunnya adalah Abu al-Husein Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi al-Naisaburi. Ia lahir di Naisabur, 204. H. Tidak banyak sumber yang dapat menjelaskan tentang keluarga dan masa kanak-kanak Imam Muslim.
Namun yang jelas, pada usia 15 tahun, ia mulai intensif mempelajari Hadis. Sebagaimana Imam Bukhari, kegairahan Imam Muslim mendalami Hadis menjadikan dirinya sebagai tokoh utama di jajaran ahli hadis setelah Bukhari.
Lebih longgar dibanding kriteria Imam Bukhari, Muslim menerima perawi yang semasa, walau tidak bertemu secara langsung. Secara umum, metode Imam Muslim dalam kitab shahihnya adalah sebagai berikut.
Pertama, ia tidak meriwayatkan suatu Hadis kecuali pada perawi yang adil, kuat hafalannya, jujur, amanah, dan tidak pelupa. Kedua, ia tidak meriwayatkan kecuali Hadis musnad (sanadnya lengkap), muttasil (sanadnya bersambung), dan marfu' (disandarkan) kepada Nabi Muhammad SAW.
Di sisi lain matan-matan (isi/kandungan) Hadis yang semakna beserta sanadnya diletakkan pada satu tempat, dan tidak dipisah dalam beberapa bab yang berbeda. Dia juga tidak mengulas sebuah Hadis kecuali karena sangat perlu diulang untuk kepentingan sanad atau matan.
Sedangkan hadis yang lafaznya berbeda, diterangkannya dengan penjelasan yang singkat. Begitu pula jika seorang perawi mengatakan haddatsana (dia menceritakan kepada kami), dan perawi lain mengatakan akhbarana (dia mengabarkan kepada kami), maka Imam Muslim akan menjelaskan lafaz ini.
Apabila sebuah Hadis diriwayatkan oleh orang banyak dan terdapat beberapa lafaz yang berbeda, maka dia akan menerangkan bahwa lafaz yang disebutkan itu berasal dari si fulan.
Sama halnya dengan Bukhari, Imam Muslim tidak membuat judul pada setiap bab secara praktis. Ia hanya mengelompokkan Hadis dalam tema-tema tertentu dalam satu tempat. Sistematika ini pulalah yang kemudian dijadikan pijakan oleh para pensyarah dalam menentukan bab-bab dalam Shahih Muslim.
Dari sekitar 300 ribu hadis yang diketahui, menurut Ahmad bin Salamah, Imam Muslim hanya memasukkan 12 ribu hadis, termasuk Hadis-hadis yang terulang. Menurut Khalil Ibrahim Mulakhathar, jika yang tak diulang dihitung, maka jumlah hadis yang terdapat dalam Shahih Muslim ada 4.616 hadis.
Jumlah 12 ribu hadis dari sekitar 300 ribu hadis yang diketahui selama masa itu menunjukkan upaya yang luar biasa. Sahih Muslim disusun dengan memerlukan waktu 15 tahun. Sungguh hebat Imam Muslim lantaran ketelitian dan kecermatannya dalam menyusun karya besarnya itu.
(bersambung)