REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Rusia akan mengirim berkas-berkas tentang restorasi atau pemulihan kota kuno Palmyra di Suriah kepada Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO). Palmyra diketahui porak poranda akibat pertempuran yang berlangsung selama delapan tahun di Suriah.
Presiden Masyarakat Geografis Rusia Sergey Shoigu mengatakan data restorasi akan diserahkan ke UNESCO dalam beberapa bulan mendatang. Menurut dia, sekarang adalah momen yang tepat untuk memulai proses pemulihan kota kuno tersebut.
“Saatnya untuk melakukan hal itu, berbagai gerakan, baik ilmiah, budaya, maupun geografis, mulai turut serta. Di sini kami ingin berseru dengan keras, ‘Hei, mitra-mitra, di mana kalian? Kalian menangis dan berkata bahwa Palmyra harus dipulihkan,” kata Shoigu, dikutip laman kantor berita Rusia, TASS, Selasa (19/3).
Dia mengatakan Masyarakat Geografis Rusia terus berupaya menyusun data untuk kebutuhan restorasi Palmyra. “Kami menyisir arsip kami. Kami telah menemukan foto-foto Palmyra yang diambil pada1872 oleh para pelancong Rusia pertama yang tiba di sana,” ujarnya.
Foto-foto tersebut nantinya akan dikumpulkan menjadi sebuah album. Upaya tersebut diperlukan untuk memahami apa yang harus dilakukan selanjutnya. “Untuk itu, kami sedang membuat model Palmyra tiga dimensi (3D). Saya yakin, dalam satu atau dua bulan, kami akan mengirim berkas-berkas ini UNESCO sehingga mereka dapat menilai volume keseluruhan pekerjaan restorasi,” kata Shoigu.
Kota kuno Palmyra di Suriah adalah pusat penting di sepanjang rute perdagangan kuno, khususnya, Jalur Sutra, di Asia Barat. Masa kejayaannya meliputi abad 1-3 masehi, yakni ketika sejumlah monumen arsitektur dibangun di kota tersebut. Bangunan-bangunan itu masih dilestarikan hingga saat ini. UNESCO menempatkan Palmyra dalam daftar situs warisan budaya dunia.
Sejumlah monumen di Palmyra diketahui telah hancur ketika kota itu dikuasai kelompok milisi pada Mei 2015-Maret 2016 dan pada Desember 2016-Maret 2017.