Selasa 19 Mar 2019 23:01 WIB

Mandiri Energi Ala Pesantren Berbasis Tenaga Surya

Teknologi pembangkit listrik tersebut dapat memenuhi kebutuhan listrik secara mandiri

Pembangkit Listrik tenaga surya di Pesantren Wali Barokah Kediri
Foto: Dok Istimewa
Pembangkit Listrik tenaga surya di Pesantren Wali Barokah Kediri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—  Langkah Pesantren Wali Barokah, Kediri, Jawa Timur dalam penggunaan teknologi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan air (PLTMH) secara mandiri memunculkan inspirasi. 

Penggunaan PLTS dan PLTHM belum banyak di kembangkan karena dinilai terlalu mahal. Padahal teknologi pembangkit listrik tersebut dapat memenuhi kebutuhan listrik secara mandiri. 

Baca Juga

Pondok Pesantren Wali Barokah dan perkebunan teh Jamus, Ngawi merupakan contoh bagaimana memenuhi listrik secara mandiri itu. 

Pengembangan PLTS Wali Barokah Kediri yang merupakan pondok pesantren (Ponpes) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) itu termasuk yang terbesar di Indonesia.

Dengan pemasangan panel surya seluas 41 meter x 40 meter diatas masjid, mampu menghasilkan 521 ribu KWH.

"Jika penggarapan itu sudah selesai, mungkin hasilnya bisa lebih, Namum dengan jumlah itu saja dapat memenuhi kebutuhan listrik yang dibutuhkan pondok pesantren, " kata tim ahli proyek PLTS dan PLTMH, Horisworo, kepada wartawan di Kediri, Ahad (18/).

Dia mengatakan, penggunaan pembangkit listrik dan air tersebut,  sangat mungkin dikembangkan hingga pelosok Tanah Air.

"Sebab Indonesia sangat kaya dengan sumber energi tersebut. Selama ini pengembangan listrik lebih banyak menggunakan energi fosil alias BBM," kata dia. 

Secara terpisah, Ketua DPP Lembaga Dakwah Islamiyah Indonesia, mengatakan pemanfaatan alam sebagai sumber energi ini merupakan bentuk optimalisasi syukur atas anugerah kekayaan alam Indonesia.   

"Ini semata-mata memaksimalkan nikmat Allah untuk memenuhi kebutuhan manusia," katanya dalam keterangannya kepada Republika.co.id, Selasa (19/3). 

Teknologi ini pun dapat dirasakan manfaatnya secara langsung oleh petani di pekebunan Jamus Ngawi, Jawa Timur.

Kasmin, petani warga lereng perkebunan Jamus, mengaku sebelum PLTMH dibangun, dirinya bercocok tanam dua kali panen setahun. “Namun setelah ada LPTMH, kami bisa panen setahun bisa tiga kali," kata dia. 

   

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement