REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pembahasan pengganti Ketua Umum PPP, Romahurmuziy, yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tampak tidak disambut optimistis DIY. Salah satu tokoh besar PPP DIY, Syukri Fadholi, bahkan mengaku pesimistis soal itu.
Ia berpendapat, PPP selama kepemimpinan Romahurmuziy dan Djan Farid, menjadi partai yang berazas Islam tapi mengkhianati prinsip-prinsip azas Islam. Itu tentu saja menjadi pengkhiatan bagi khittah perjuangan partai.
Artinya, lanjut Syukri, sesungguhnya ketika PPP mengkhianati azas dan khittah partainya, PPP tidak bermakna untuk kepentingan umat Islam di Indonesia. Termasuk, ketika kerap mengambil kebijakan yang bertentangan dengan Islam.
Untuk itu, terkait tertangkapnya Romy, ia merasa itu sudah menunjukkan betapa hancurnya moralitas elit politik PPP. Sehingga, ketika ada penggantinya itupun tidak akan memberi kondisi yang jauh berbeda dengan hari ini.
"Karena masih kroni-kroni mereka itu sendiri, oleh karena itu DIY tidak punya kepentingan apapun juga terhadap keberadaan itu," kata Syukri kepada Republika, Rabu (20/3).
Namun, ia menekankan, DIY tentu berkeinginan meluruskan kembali PPP kepada prinsip azas partai maupun garis perjuangan partai. Tapi, Syukri merasa, itu cuma akan bisa terjadi ketika PPP berpisah dengan elit politik partai.
Bagi Syukri, sepanjang penguasa hari ini belum berganti dan elit-elit PPP terus menggadaikan akidah dan moral kepada penguasa, tidak akan pernah ada perubahan. Karenanya, target PP harusnya menghadirkan perubahan penguasa terlebih dulu.
"Baru kemudian kita bicara perbaikan PPP, tapi sepanjang PPP itu masih menjadi partai penjilat penguasa saat ini, tidak bermakna apapun untuk kepentingan umat Islam," ujar wakil wali kota Yogyakarta periode 2001-2006 tersebut.
Itu pula yang membuat Syukri meyakini nama-nama yang santer terdengar baru-baru ini sebagai pengganti Romy, tidak akan membawa perubahan signifikan. Maka itu, ia meyakini, bagaimana bisa bermakna bagi umat jika tidak bisa merubah partai.
Selama ini, Syukri mengingatkan, PPP kerap mengambil kebijakan yang malah jadi bertolak belakang dari khittah partai. Misalkan, membela penista agama dan mendukung mereka yang membela penista agama.
"Oleh karena itu, saya memandang tidak begitu penting persoalan PPP ini sebelum penguasa tumbang, sepanjang PPP masih menggadaikan akidah partai untuk mendapat kekuasaan, maka PPP akan hancur dan tidak bermakna untuk umat," kata Syukri.
Meski begitu, ia menegaskan, PPP DIY tetap memiliki keinginan kuat meluruskan kembali PPP kepada khittah dan azasnya. Tapi, sekali lagi, Syukri merasa itu baru bisa terjadi ketika ada pergantian pimpinan nasional.
Sebab, lanjut Syukri, PPP hari ini sudah menghambakan diri kepada penguasa, menjadi budak penguasa dan antek-antek penguasa. Kemudian, atas hawa nafsu itu mereka akan terus menggadaikan akidah dan moral untuk kekuasaan itu sendiri.
"Jadi, selama ini prinsip saya sepanjang partai politik Islam itu menggadaikan akidah dan moral untuk jabatan, sudah, tidak bermakna apapun untuk umat," ujar Dewan Pertimbangan PPP DIY tersebut.