REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah camat menyampaikan keluhannya terkait anggaran yang tidak ada bagi mereka dalam melaksanakan pengawasan dana desa dan dana kelurahan. Mereka juga meminta pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mengevaluasi kemungkinan pemerintah mengalokasikan anggaran khusus kecamatan.
Camat Karangpawitan Rena Sudrajat mengatakan, sesuai dengan Undang-Undang Dasar Nomor 2013 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, tugas camat adalah menyelenggarakan pemerintahan umum. Pelaksanaan tugas ini didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), seperti yang tertuang dalam Pasal 225 Ayat 2. "Tapi, sejak berlakunya UU tersebut sampai sekarang, kami (camat) tidak mendapatkannya," ucapnya dalam forum Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Camat di Jakarta, Rabu (20/3).
Rena meminta kepada pemerintah untuk segera mempertimbangkan anggaran kecamatan. Terlebih, kelurahan sudah mendapatkannya pada tahun ini. Padahal, kecamatan juga memiliki fungsi sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah pusat untuk menyelenggarakan pemerintahan di tingkat daerah hingga menyentuh ke masyarakat.
Rena menambahkan, terkait kebijakan dana kelurahan di Kabupaten Garut sudah mencapai nominal yang besar. Kelurahan mendapatkan Rp 1 miliar dari APBD. Apabila ditambahkan dengan dana kelurahan yang cair pada tahun ini, mereka akan mendapat dana hingga Rp 1,384 miliar. "Itu lebih besar dari desa," ucapnya.
Rena berharap, anggaran tersebut tidak menjadi bumerang. Sebab, sampai saat ini, belum ada regulasi atau payung hukum yang jelas mengenai penyelenggaraan dana kelurahan. Hal itu termasuk poin pembahasan apakah dana tersebut dapat dimanfaatkan secara swakelola atau bidding.
Sementara itu, Camat Bandar Petalangan Perdana Putra menyampaikan, pengawasan dana desa saat ini mendapatkan pengawasan dari banyak sektor. Selain kecamatan, polisi dan kejaksaan tinggi turut terlibat dalam pengawasan pelaksanaan dana desa. Tapi, ketimpangannya, seluruh pihak tersebut memiliki sumber daya banyak, tidak seperti kecamatan.
Padahal, Perdana menambahkan, kecamatan adalah pihak yang selalu bersentuhan dengan masyarakat secara rutin. Ia meminta kepada pemerintah untuk mengkaji kemungkinan penyederhanaan pengawasan. "Kalaupun kami (camat) tetap harus mengawasi, kami harus berjalan tanpa ada anggaran," tuturnya dalam forum yang sama.
Atas pernyataan dua camat tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pihaknya akan duduk bersama dengan Kementerian Dalam Negeri sebagai kementerian teknis yang menaungi kecamatan dan kelurahan. Hal itu termasuk membahas kemungkinan anggaran untuk kecamatan yang memiliki peranan strategis, tapi belum mempunyai anggaran secara jelas.
Menurut Sri, camat sebagai perangkat aparatur pemerintah daerah memang memiliki alokasi melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) dalam APBN. Tapi, ia tidak dapat menjanjikan anggaran itu akan ditandai khusus untuk camat. "Kalau itu dilakukan, DAU akan banyak kavling sehingga mengurangi esensi dari otonomi daerah," ujarnya.
Di sisi lain, Sri akan berdiskusi bersama Kemendagri agar fungsi dari camat dan sumber daya untuk melaksanakan fungsi serta tanggung jawab di tingkat kecamatan dapat diamankan dalam proses penetapan APBD. Ia hanya meminta, akuntabilitasnya tetap terjaga dan pelaksanaan sesuai dengan rencana.
Untuk aspirasi Perdana, Sri mengatakan, pihaknya tidak dapat menghalangi kepolisian dan kejaksaan untuk mengawasi dana desa. Mereka kerap menyatakan keinginannya untuk membantu pengawasan agar dana desa dapat tergunakan secara baik. "Tapi, mereka tidak boleh sampai menambah beban daerah," katanya.