Rabu 20 Mar 2019 17:33 WIB

Kiai Maruf: Bangun Teologi Kerukunan, Jangan Teologi Konflik

Kiai Ma'ruf memaparkan empat bingkai penopang kebangsaan.

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 01, KH. Ma'ruf Amin  saat menghadiri Dialog Kerukunan Antar Umat Beragama di Bengkulu, Rabu  (20/3).
Foto: dok. Istimewa
Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 01, KH. Ma'ruf Amin saat menghadiri Dialog Kerukunan Antar Umat Beragama di Bengkulu, Rabu (20/3).

REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU – Calon wakil presiden (Cawapres) nomor urut 01, KH Ma'ruf Amin menghadiri Dialog Kerukunan Antar Umat Beragama di Bengkulu, Rabu (20/3). 

Kiai Ma'ruf memaparkan empat bingkai kerukunan yang harus dijaga  segenap masyarakat Indonesia.  

Baca Juga

Menurut Kiai Ma'ruf, empat bingkai itu harus dijaga agar hubungan antar-masyarakat tetap rukun dan maju. 

"Pertama bingkai politis. Kita punya bingkai politis yang menyatukan seluruh bangsa termasuk kerukunan beragama. Kerukunan modal bernegara dan unsur utama itu kerukunan antarumat beragama," ujar Kiai Ma'ruf dalam acara Dialog Antarumat Beragama bersama ulama di Bengkulu, Rabu (20/3). 

Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ini melanjutkan, jika umat antaragama tidak rukun, stabilitas keamanan negara akan terganggu. 

"Kita pernah mengalami di Ambon, di Poso, itu cukup menjadi pelajaran kita jangan terjadi di daerah lain. Maka itu, kita harus mencegah potensi ini jangan sampai muncul," kata Kiai Ma'ruf. 

Yang kedua, lanjut Kiai Ma'ruf, yaitu bingkai yuridis. Menurut dia, bingkai ini juga harus dijaga jangan sampai ada pihak yang memasukkan ideologi lain ke Indonesia. Karena, ideologi lain itu dapat melahirkan kelompok intoleran yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. 

"Soal khilafah enggak usah petenteng-petenteng, proporsional saja yang tidak menyalahi kesepakatan. Kalau orang menyalahi kesepakatan bubar NKRI," jelas Kiai Ma'ruf.  

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia ini melanjutkan, bingkai ketiga yaitu kearifan lokal. 

Menurut dia, kearifan lokal tidak bisa diganggu karena menyentuh langsung pada budaya dan kepercayaan warga setempat. Seperti di Papua tentang bakar batu. Hal itu menurut Kiai Ma'ruf sudah selesai. 

"Kearifan lokal nilainya bisa kita konversi, perilaku individual perorangan atau perilaku kolektif sebagai bangsa dia akan melahirkan nilai positif," jelasnya. 

Sementara, yang terakhir adalah bingkai teologi, yang juga harus dipahami masyarakat. Menurut dia, setiap masyarakat harus mengetahui batasan-batasan untuk tidak melukai umat yang berbeda keyakinan.   

"Umat beragama harus membangun teologi kerukunan. Jangan teologi konflik," tutupnya.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement