Rabu 20 Mar 2019 17:49 WIB

Komaruddin Hidayat: Teroris Selandia Baru Berdarah Dingin

Komaruddin Hidayat bersama dengan sejumlah tokoh mengeluarkan pernyataan sikap.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Hasanul Rizqa
Mantan Rektor UIN Jakarta, Profesor Komarudin Hidayat di Kantor Kemenag, Rabu (20/3).
Foto: Republika/Fuji E Permana
Mantan Rektor UIN Jakarta, Profesor Komarudin Hidayat di Kantor Kemenag, Rabu (20/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aksi terorisme yang terjadi di Selandia Baru pada Jumat (15/3) pekan lalu telah menjadi keprihatinan bersama. Tidak hanya di negara tersebut, melainkan juga banyak negeri lain. Di Indonesia, berbagai kecaman atas pelaku teror itu terus disuarakan.

Seperti diketahui, dua masjid di Christchurch, Wellington, Selandia Baru, telah menjadi sasaran tindakan terorisme. Peristiwa nahas itu menyebabkan 50 orang gugur, sedangkan puluhan orang lainnya luka-luka.

Baca Juga

Sehubungan dengan itu, cendekiawan Muslim Prof Komarudin Hidayat menilai, peristiwa nahas tersebut telah melukai perasaan kemanusiaan sejagat. Apalagi, mayoritas korban merupakan kaum Muslimin yang sedang melaksanakan ibadah shalat Jumat di masjid.

Mantan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah itu juga mengecam sekeras-kerasnya tindakan teror itu. Seorang pelaku diketahui bernama Brenton Tarrant, 28 tahun. Pria Australia itu bahkan sempat menyiarkan aksi kejinya secara live streaming via media sosial.

"Pelaku teror ini merancang aksinya ini sebagai teater kekerasan, dengan darah dingin dia memberondong jamaah masjid dan menyiarkan secara live sadisme itu lewat akun facebook-nya," ujar Komaruddin Hidayat saat menyampaikan pernyataan sikap para tokoh di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, Rabu (20/3).

Dia meneruskan, tindakan teror di Selandia Baru tampak disengaja oleh pelakunya. Dalam arti Brenton Tarrant ingin menjadikan perbuatan brutalnya itu sebagai tontotan global.

Dengan amat sedih, masyarakat dunia pun melihat teatrikalisasi aksi teror tersebut. Menurut Komaruddin, pelakunya hendak menciptakan ketakutan atau teror massal.

Aksi teror tersebut tampak diniatkan untuk membelah masyarakat dalam dua kubu, yakni kubu 'kami' versus 'mereka'. Artinya disempitkan pula, yaitu 'kami' adalah warga tempatan, sedangkan 'mereka' adalah warga asing atau pendatang.

Ideologi tersebut tumbuh secara ekstrem. Hal itu didorong pula oleh maraknya politik kebencian dan demonisasi atas orang atau pihak lain yang berbeda.

"Ideologi teror dan kebencian memang memiliki cara pandang yang khas, yaitu membelah dunia ke dalam dua kubu besar, kami versus mereka, dan setelah itu menciptakan permusuhan permanen antara keduanya," ujarnya.

Komarudin mengatakan, ideologi itu bisa muncul dengan baju agama atau tidak. Tetapi tujuannya jelas yaitu menciptakan permusuhan permanen antara golongan-golongan yang berbeda. Tujuan tersebut jelas bertentangan dengan ajaran semua agama dan kepercayaan yang ada di dunia ini. Bahkan, tujuan itu jelas sangat anti-manusia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement