REPUBLIKA.CO.ID, MILAN -- Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte berjanji akan membuat negaranya menjadi anggota pertama G-7 yang bergabung dalam Belt and Road initiative yang digagas Cina. Sebelumnya, Amerika Serikat (AS) sudah memperingatkan Italia untuk tidak bergabung dalam proyek miliaran dolar AS itu.
Berbicara di parlemen, Conte mengatakan Italia akan menandatangani memorandum of understanding (MoU) untuk pembangunan infrastruktur gabungan yang dilakukan saat Perdana Menteri Cina datang ke Italia pada pekan ini. Conte mengatakan hal itu tidak akan membuat posisi Italia di aliansi strategis trans-Atlantik dan negara Eropa lainnya 'sedikit pun dipertanyakani.
"Yang paling pertama dan utama kami ingin mengimbangin lagi perdagangan kami, yang mana saat ini tidak diunggulkan, ekspor kami ke Cina jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara Eropa lainnya," kata Conte, Rabu (20/3).
Kerja sama Italia-Cina ini akan menjadi legitimasi masuknya proyek Belt and Road yang ingin menyambungkan daratan dan lautan Eropa dengan Cina. Gedung Putih sudah memperingatkan Italia, untuk tidak bergabung dalam proyek yang mereka sebut 'proyek kesombongan' Cina itu.
Dalam forum yang digelar di Beijing tahun lalu pemerintah Eropa sudah menolak untuk bergabung dengan Belt and Road. Menurut mereka, standar pendanaan dan transparansi proyek tersebut sangat lemah.
Dalam pidatonya di parlemen, Conte mengatakan ia sudah berbulan-bulan melakukan konsultasi dengan semua level pemerintahannya. Ia menekankan MoU dengan Cina tidak akan membuat Italia terjerat dalam kewajiban utang dan justru memberikan akses pasar yang sangat luas kepada Italia.
"Infrastruktur akan mendefinisikan kembali rute-rute komersial, kami akan memiliki bandara baru, koridor perdagangan baru, dan hal itu akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi kami, kami tidak ingin kehilangan peluang," kata Conte.
Kementerian Luar Negeri Cina mengatakan di Italia selain mengunjungi Roma, Xi Jinping akan singgah di Sisilia. Rencananya, Xi akan bertemu dengan Presiden Italia Sergio Mattarella dan juga Conte. Dalam kesempatan ini, Kementerian Luar Negeri Cina juga berusaha untuk mempertahankan Belt and Road initiative.
"Selama proses pengembangan kerja sama Belt and Road initiative, tidak dapat dihindari kami akan menghadapi banyak tentangan dan kesalahpahaman dan bahkan keraguan, tapi fakta akan berbicara lebih keras dari kata-kata," kata Wakil Menteri Luar Negeri Cina Wang Chao.
Wang mengatakan kesepakatan kerja sama antara Cina dan Italia akan memberikan manfaat bagi pertumbuhan ekonomi kedua negara. Selain itu, kata Wang, kerja sama ini juga akan membantu Italia mempromosikan perdagangan mereka.
Banyak yang berpendapat investasi Cina di Italia akan membawa negeri Eropa ke dalam jeratan hutang. Wang hanya menjawab investasi Cina diputuskan oleh pasar.
"Apakah akan berinvestasi di suatu wilayah atau tidak, saya yakin hal itu diputuskan oleh pasar," kata Wang tanpa menjelaskannya lebih lanjut.
Di parlemen oposisi menyerang rencana Mou Conte. Mereka juga mengkritik sedikitnya rincian yang diberikan kepada anggota legislatif. Para legislator Italia juga memperingatakan kesepakatan itu dapat menjadi kuda Trojan bagi Cina untuk merusak industri Italia.
Banyak yang khawatir dengan kerja sama ini termasuk apakah perjanjian kerja sama tersebut memasukan akses jaringan telekomunikasi 5G. Anggota parlemen dari koalisi partai penguasa mengatakan mereka mendukung MoU itu dengan syarat tidak akan merusak kerja sama dengan rekan-rekan Italia lainnya.
"Jika membuka ekspor bagi perusahaan-perusahaan Italia, itu bagus, yang menjadi kendalanya adalah keamanan, kontrol data rakyat Italia, dan energi, saya tidak mau ada orang dari sisi dunia lain bangun tidur lalu mematikan saklar kami," kata anggota legislatif Italia Matteo Salvini yang juga ketua koalisi partai penguasa.
Salvini menegaskan ia tidak keberatan jika Cina ingin berinvestasi di pelabuhan dan jalur kereta api. Tapi yang paling terpenting semua kontrol ada di tangan Italia.
Pakar Cina dari Italia Francesco Sisci yang kini bekerja sebagai peneliti di Renmin University mengatakan permasalahan terbesar kerja sama itu adalah pemerintah Italia tidak memberikan rincian yang jelas dengan sekutu-sekutu mereka. Menurutnya, hal tersebut disebabkan karena buruknya profesionalisme mereka.
"Apa pun kesepakatannya, mereka harus berbicara dulu dengan Amerika dan Eropa, sepakat dengan semua syaratnya, lalu berbicara dengan Cina, Italia, itu bagian NATO, bagian dari Uni Eropa dan berbagi mata uang dengan mereka, bagaimana mungkin mereka tidak berbicara dengan sekutu? Ini gila," kata Sisci.