Kamis 21 Mar 2019 16:46 WIB

Ini Alasan Mudjia Mau Ungkap Kejanggalan Pemilihan Rektor

Dia berharap, hal yang dialaminya ini dapat menjadi pelajaran bagi siapapun.

Rep: Wilda Fizriyani / Red: Agus Yulianto
Guru Besar UIN Malang, Profesor Mudjia Rahardjo mengungkapkan, kejanggalan pemilihan rektor pada 2017 lalu di kediamannya, Kota Malang, Rabu sore (20/3).
Foto: Republika/Wilda Fizriyani
Guru Besar UIN Malang, Profesor Mudjia Rahardjo mengungkapkan, kejanggalan pemilihan rektor pada 2017 lalu di kediamannya, Kota Malang, Rabu sore (20/3).

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Guru Besar (Gubes) UIN Maulana Malik Ibrahim (Maliki) Malang Profesor Mudjia Rahardjo mengaku, semula tak ingin lagi membahas kejanggalan dalam pemilihan rektor di 2017. Namun, berkat ajakan dari Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, dia pun mulai tergugah untuk membicarakannya kembali.

"Karena ajakan Pak Mahmud, beliau awalnya membicarakan itu di media sosial (medsos) terus saya merespons. Karena apa yang disampaikan beliau ada relevansinya dengan yang saya alami. Lalu saya dihubungi beliau terus mengajak 'bagaimana kalau kita ketemu di (acara) ILC? Biar Karni Ilyas yang menanggapinya'. Setelah itu saya dihubungi," kata Gubes Fakultas Humaniora UIN Maliki ini saat ditemui Republika.co.id, Rabu sore (20/3).

Menurut Mudjia, apa yang dikatakan Mahfud MD terkait jual-beli jabatan, itu benar. Terlebih lagi, dia pernah mengalami hal tersebut di 2017 lalu.

Pada dasarnya, Mudjia mengungkapkan, terdapat dua hal yang disampaikan Mahfud MD di media sosial. Pertama, Menag RI seakan tidak berdaya menghadapi seseorang dalam mengatur jabatan di lembaganya. Kedua, isu kejanggalan dalam pemilihan rektor yang akhirnya membuat Mudjia langsung menanggapinya. "Itu yang saya respons," tegasnya.

Mudjia mengatakan, semual agak ragu untuk berangkat ke acara televisi di Jakarta. Namun karena tekadnya untuk menyuarakan kebenaran, dia pun akhirnya mau terlibat dalam diskusi tersebut. Dia berharap, hal yang dialaminya ini dapat menjadi pelajaran bagi siapapun.

"Jadi pelajaran siapapun nggak boleh seenaknya. Aturan harus dipatuhi, kalau seenaknya tidak legitimate secara moral walaupun semua proses dilalui," tambah dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement