REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting sekaligus pengamat politik, Pangi Syarwi Chaniago menilai Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sulit menembus ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar empat persen. Kondisi itu ditambah kasus mantan Ketua Umum PPP, Romahurmuziy yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Citra itu yang kini tergerus rusak, partai Islam, partai Ka'bah tapi masih korup. Ini tentu tidak mudah (mencapai ambang batas parlemen)," ujar Pangi saat dihubungi Republika, Kamis (21/3).
Pangi menjelaskan, ada sejumlah alasan PPP tidak dapat mencapai ambang batas parlemen. Salah satunya, partai berlambang Ka'bah tersebut tidak memiliki tokoh atau figur yang berpengaruh. "PPP sudah waktunya untuk membangun personal branding atau figur, yang itu sangat penting dibangun. Kalau ini personal branding, ketua (umum) itu harus menjual," ujar Pangi.
Selain itu, PPP dinilai sebagai partai yang hanya mengakomodasi pemilih di segmen agama Islam. Hal itu membuat pemilih dari segmen lain enggan tertarik dengan partai tersebut. "Supaya partai ini tidak hanya punya cara berpikir yang dangkal, tapi lebih dalam untuk mengambil atau memenangkan hati rakyat," ujar Pangi.
Maka dari itu, ia mengimbau kepada Plt Ketua Umum PPP terpilih, Suharso Monoarfa untuk melakukan manuver jelang pemilihan umum (Pemilu) 2019 yang kurang dari sebulan lagi. Apalagi jika ingin lolos ambang batas parlemen. "Karena jika PPP tidak lolos ambang batas empat persen, maka PPP hilang di parlemen, itu sangat berbahaya," ujar Pangi.