REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Pemerintah Rusia menuding Amerika Serikat (AS) telah memicu ketegangan di wilayah perbatasannya. Hal itu lantaran tindakan AS menerbangkan pesawat bomber B-52 berkemampuan nuklir di perairan netral Laut Baltik, yang dekat dengan perbatasan Rusia.
“Secara umum saya akan membatasi diri saya hanya dengan mengatakan bahwa tentu saja tindakan seperti itu oleh AS tidak mengarah pada penguatan atmosfer keamanan dan stabilitas di wilayah yang secara langsung berbatasan dengan Rusia. Sebaliknya, mereka menciptakan ketegangan tambahan,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov pada Kamis (21/3).
Hubungan Rusia dan AS memang memanas setelah kedua negara memutuskan menangguhkan keterikatannya dalam perjanjian Intermediate-range Nuclear Forces (INF). Perjanjian yang ditantadatangani pada 1987 itu melarang kedua negara memiliki dan memproduksi rudal nuklir dengan jarak 500-5.500 kilometer.
AS memutuskan menangguhkan keterikatannya karena menuding Rusia kerap melanggar ketentuan-ketentuan INF. Rusia menyangkal tuduhan tersebut. Ia pun sempat mengajak Washington berunding untuk menuntaskan permasalahan tersebut.
Diskusi sempat dilakukan, tapi tak membuahkan hasil yang diharapkan. Setelah itu, Moskow akhirnya turut menangguhkan keterikatannya dalam INF. AS kemudian mewacanakan untuk mengerahkan rudal nuklir jarak menengah ke Eropa.
Dalam pidato tahunan State of the Nation yang disampaikan di Majelis Federal Rusia Februari lalu, Presiden Rusia menyatakan siap merespons langkah AS tersebut. Rusia, kata dia, tidak hanya akan mengincar negara yang menjadi tempat rudal ditempatkan, tapi juga AS.
Sebab, Putin menilai, langkah AS menyebar rudal nuklir jarak menengah di Eropa merupakan ancaman langsung terhadap negaranya. "Ini adalah ancaman yang sangat serius bagi kami. Dalam hal ini kami akan dipaksa, dan saya ingin menekankan ini, kami akan dipaksa untuk membayangkan langkah-langkah tit-for-tat (strategi dengan konsep dasar pembalasan) dan asimetris," ujar Putin.
Kendati demikian, Putin mengatakan negaranya masih terbuka untuk melanjutkan dialog perlucutan senjata nuklir dengan AS. "Tapi kami tidak akan mengetuk pintu yang sudah tertutup lagi. Kami akan menunggu sampai mitra kami siap dan mengakui perlunya dialog tentang masalah ini atas dasar kesetaraan," ucapnya.