Jumat 22 Mar 2019 05:39 WIB

Penjelasan KPK Soal Honor Menag di Ruang Kerja

KPK menyatakan uang terkait honorarium tidak dibawa oleh penyidik ketika menggeledah.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ratna Puspita
Juru Bicara KPK Febri Diansyah memberikan keterangan pers terkait kasus dugaan korupsi pengadaan pekerja jasa konsultansi di Perum Jasa Tirta II Tahun 2017, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (7/12/2018).
Foto: ANTARA FOTO
Juru Bicara KPK Febri Diansyah memberikan keterangan pers terkait kasus dugaan korupsi pengadaan pekerja jasa konsultansi di Perum Jasa Tirta II Tahun 2017, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (7/12/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan segala bentuk penyitaan penyidik dilakukan setelah memastikan bukti tersebut merupakan bagian dari perkara. Hal ini menanggapi PPP yang mengklaim bahwa uang yang ditemukan KPK dari laci meja ruang kerja Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Syaifuddin adalah honor pribadi. 

"Kami pastikan ketika melakukan penyitaan berarti penyidik itu menduga bukti-bukti tersebut, bukti ini bukan hanya uang ya, ada dokumen, laptop dan lainnya diduga terkait dengan pokok perkara. Itu yang pertama," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Kamis (21/3).

Baca Juga

Kedua, sambung Febri, KPK mempersilakan asal uang tersebut apakah honor atau dana operasional atau hal lain disampaikan saat KPK meminta keterangan sebagai saksi. "Tapi ada yang perlu kita ingat bahwa honorarium apalagi untuk penyelenggara negara atau pegawai negeri itu ada standar nilainya," ujar Febri.

Febri menjelaskan, standar nilai tersebut diatur di Direktorat Gratifikasi KPK. Menurutnya ada banyak laporan yang masuk dari berbagai pihak terkait.

Misalnya, ia menyontohkan, ada pejabat melaporkan menerima honor Rp 100 juta sebagai pembicara dalam sebuah acara selama dua atau tiga jam, KPK akan mengecek standar biaya menjadi pembicara selama satu jam. "Kalau standar biayanya untuk ahli sekitar Rp 1,7 juta atau Rp 1,8 juta, atau katakanlah Rp 2 juta dikali 3 jam, maka yang berhak diterima menjadi milik penerima itu," terang Febri.

Febri menjelaskan kalau honor terkait pembicara sangat besar, misalnya mencapai Rp 50 juta atau Rp 100 juta, maka sisanya menjadi milik negara. "Itu artinya apa kalau ada honor yang sangat besar sepantasnya itu dilaporkan sejak awal ke Direktorat Gratifikasi. Ini di luar konteks, saya ingin menjelaskan soal honor tersebut," kaya Febri.

Febri mengungkapkan, penyidik sebenarnya juga menemukan beberapa uang lain di ruangan menteri agama pada saat penggeledahan. Namun, dari informasi atau dari data yang ada saat itu diduga merupakan honorarium dan uang-uang tersebut tidak dibawa. 

"Jadi sejak awal tim KPK sudah memisahkan mana uang dalam amplop yang merupakan honor, mana yang bukan. Tapi tentu nanti ada proses klarifikasi lebih lanjut yang akan kami tanya saat proses pemeriksaan," terang Febri.

PPP sebelumnya menyebut sejumlah uang yang ditemukan KPK di ruang Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin adalah honor pribadi. Informasi tersebut diterima oleh PPP dari Lukman.

"Kami diinfokan bahwa itu uang-uang honor. Honor sebagai menteri, menteri kunjungan ke mana kan ada honornya ada sebagai pembicara narasumber, itu kan ada honornya semua," kata Wakil Ketua Umum PPP, Arwani Thomafi di Kompleks DPR RI, Jakarta (19/3).

Arwani membela Lukman atas temuan uang ratusan juta rupiah dan puluhan ribu dolar AS di Kantor Lukman saat digeledah KPK pada Senin (18/3). Menurut Arwani, kepemilikan menteri atas uang ratusan juta adalah sebuah kewajaran.

"Masak, menteri nggak boleh punya uang ratusan juta rupiah, masa saya anggota DPR tidak boleh punya uang ratusan juta, lalu kalau punya uang ratusan langsung di asumsikan terus itu uang korupsi, ya tidak bisa dong," kata Arwani.

Lukman yang juga kader PPP sebelum ditunjuk menjadi menteri disebut Arwani sebagai orang bersih. "Pak Menteri Lukman kan terkenal bersih ya. Jadi ini musibah ya, musibah, tetapi kita tidak ingin larut dalam musibah ini terlalu lama," ujar legislator Komisi VIII ini.

Terkait kasus ini, Arwani pun menyerahkan sepenuhnya proses hukum pada KPK. Ia meyakini, PPP selaku partai juga tidak akan tersandung dengan kasus ini. Arwani memastikan, uang yang mengalir ke partai pun tidak ada kaitannya dengan kasus Romi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement